Tamu agung itu kembali datang, sudahkah diri ini siap untuk menyambutnya dengan upacara pencucian jiwa di tengah lumpur kesalahan dan dosa?? Sudahkah ada gembira menanti perjumpaan yang sejatinya dilumuri dengan cinta? Bukankah tamu agung itu yang akan mengantar pada nikmatnya bercinta dengan Penguasa Semesta? Bulan-bulan letih akan berlalu, saatnya rehat sekejap bersama tamu agung itu. Mengembalikan asa menuju cahaya. Melahirkan jiwa menuju fitrah nya.
Sejenak merenung, berulang kali di masa lalu tamu agung itu hadir, tapi berulang kali pula diri menuaikan kecewa di setiap perpisahannya dan menyisakan sepotong sesal di kesudahannya. Betapa sia-sia rasanya saat detik2 kemesraan dilalui tanpa makna . Laparku, hausku, kadang tak bernilai apapun di hadapan tamu agung itu , tapi justeru membangkitkan angkara, karena baju ikhlasku sedikit demi sedikit tanggal terkikis ngengat dosa yang dengan sengaja atau tidak kupelihara.
Malunya hati bila banyak pinta padanya, sementara jala maksiat masih rajin ditebar di setiap sudut siang dan malamnya. Aku menyadari, kemarin dan kemarin nya lagi, tamu agung itu telah terluka, sebab s terus menerus kugores dengan duri-duri pengkhianatan pada ikrar sebelum dia datang. Aku sudah tidak ingat kapan menyambutnya dengan pakaian iman terbaikku. Setahun, dua tahun, tiga tahun yang lalu, atau mungkin memang tidak pernah ada penyambutan terbaik itu? Sepertinya semua seadanya...tanpa menganggap kedatangannya istimewa, apatah lagi menemani hari-harinya dengan pelayanan yang selalu prima. Satu hari, dua hari, atau berapa harikah hidangan amal yang kuberikan dapat diterima penuh kesan, di antara 30 hari miliknya? Atau mungkin tidak pernah ada hari-hari berkesan yang kulalui bersamanya.Tergantikan dengan rutinitas hari yang dilalui dengan seadanya tanpa lupa untuk dibumbui dengan hawa nafsu, sehingga menjadikan hidangan itu pahit terasa.
Duhai.. betapa nistanya diri bila ia kembali datang hanya untuk disia-sia, bila ia datang hanya untuk dianggap sebelah mata, bila ia datang disambut seadanya. Bukankah memuliakan tamu itu adalah suatu kebaikan yang besar ? Sungguh aku ingin tenggelam dalam keberkahan yang dibawanya, ingin membersihkan kotoran jiwa dalam samudera ampunan yang tak terkira luasnya, ingin meraih surga yang dijanjikan padanya. Lihatlah, seribu bulan pun tak akan mampu mengalahkan kebaikan dan keelokannya.
Pada tamu agung itu akan kutumpahkan air mata penyesalan, takut, dan harap akan perjumpaan. Pada tamu agung itu akan kukeluh kesahkan semua beban rasa yang tak tertanggungkan. Biarlah ke-akuanku tumbang dalam ketidakberdayaan dan kefanaan. Siang miliknya adalah tempaan jiwa, dan romansa di atas sajadah itu tak sabar ingin ku ukir di saat-saat malamnya.
Dan kepada Ramadhan, Sang Tamu Agung itu
Bila ini saat terakhir kau berkenan untuk datang dalam hidupku
Beri aku ijin untuk mengemis kasih Tuhanku di setiap detik waktu milikmu
Beri aku kesempatan menyambutmu dengan pakaianan iman terbaik milikku
lalu larungkanlah aku di lautan Cinta Abadi itu
“dari jiwa yang merindu”
No comments:
Post a Comment