Thursday, May 29, 2008

Television and Destiny


Yesterday when I was in a train bringing me to Lakemba, a suburb in Sydney, I found an interesting newspaper, a free newspaper actually – The Epoch Times-. In the page 5, I was amazed by the column wrote by Martin Croucher with the heading ‘ Is television the cause of yob culture ?’. I was interested by the title since in my mind this issue was quite similar to my country and continued to read the entire part. A chairman of current mediawatch in the UK argued that gun crime, violence and aggressive behaviors were resulted indirectly by watching television since television was such a powerful influence, hence models of behavior that are shown regularly could become normalized in society. I definitely agree with that statement, sometimes the majority truth is built by the media. Take for an example, say that gay and lesbian relationships in a normal life are anomaly entities, but the fact, it becomes ‘normal’ in society when all medias justify them in the name of human right even more the society accept the logic either consciously or unconsciously. Next, we’ll see obviously how they turn into the truth of majority when everyone supports all occasions which are held by such weird communities.


Sometimes I just don’t understand their values perspective, that will be okay if they argue these are human rights of Australians which mean they make justification for themselves according to their values, although I’m not quite sure all of Australians accept it. However, I certainly don’t agree if they said this are values of the whole of human being on the world since I, personally, against that poor opinion. Why I say so, that’s because the moral values standardized by a thing that has limited power is the values that we can not rely on. There are many pitfalls in them and has uncertainty of compliance rewards, even the rewards are merely offered and accepted, again, by human beings themselves . It would be different if the moral values we follow are standardized by The Almighty, Allah SWT, with The Holly Quran and As Sunnah as directions. I have no doubt in it and of course the rewards of compliance, though not directly received, are endlessly guaranteed .

By the way, back to the main issue –television-, The chairman admitted that the social declines were caused by other factors such as poverty, poor housing and lack of education, but in addition, television and film make the situation worse. Again, I agree with this. Indonesia has such similar problems even worse I think. Suicide rate in Indonesia is horribly fantastic that 50 000 people suicide every year (WHO) because of socio-economic problems. On the other hand, crime rates also gradually increase ( not know exactly the numbers). Yet there are no proven evidences to the television involvement in those cases (or I have not found it yet ), but the television with various programs, which mostly show entertainments –an sich- covered by violence, pornography, hedonism, mystical etc with less or without educational themes, is being such an intimate friend to almost every family house in Indonesia in which it is turned on from the early morning up to late of night consecutively. I assume that these things indirectly contribute to the society’s behaviours as we know that role modeling is a human nature thus how the society behave is exposed by watching television. Here, I feel so helpless when I realized my own daughter very much focus on watching television, while I could not do anything to pull her out of this since her grandma is beside her instead of me, her mother. We know that sometimes grandparents can not distinguish the feelings between to love and to educate, therefore they let their granddaughters watch tv as long as it can make them happy. I promise myself when I go back home they will get a different situation , to be better of course.


At the end of the article, The chairman said ‘ I don’t know how we are going to get the bottom of the causes of violent crime if at the same time we simply say that this is good entertainment ‘. I made this article based on my awareness that everything has to be changed if we want to get rid of it. Our children’s future, gold of life, is something that we have to sustain instead of to ruin it. We just can simply say NO to the destructive television program watched by our children which is followed by either changing the channel or turning it off. Last but not least, for me, role modeling is the most effective method of education (just the way the Prophet did). If we eager to scroll back the memory we have, there should be a reflection that how our children behave is as a result of modeling their close figures , whoever and whatever it is. So , be their best model in the world !


much loves for my family

Tuesday, May 27, 2008

Reflection on 'kenaikan BBM'



From the heart of Sydney

Negeriku Muram

Mengadu kepada Mu..
Di titik lelah memandang wajah negeri yang semakin muram
Dimana
keranda kematian rasa diusung setiap sudutnya
Denting riuh rendah amarah dari seluruh penjuru
ibarat lonceng menggema
Menagih janji kesejahteraan yang terpenggal dalam angan yang tersisa

Mengadu kepada Mu..
Di titik pasrah memandang wajah negeri yang semakin muram
Mengayuh perahu kehampaan di lautan ketidakpastian
Keresahan membuncah menuai prahara di akhir cerita
Menagih janji keadilan yang hilang ditelan gulita

Mengadu kepada Mu..
Adakah tempat mengadu lain yang mampu mendengar gejolak nurani
Saat jiwa lunglai tak berdaya melawan tirani
Satu-satu air mata nyeri bernyanyi melarung asa dalam sepi
Takdir itu milik kami Rabbi
Dan kami pula yang akan menjalaninya tanpa dapat dipungkiri

Mengadu kepada Mu
Banyak pinta yang tak putus kami urai lewat kata
Barangkali Engkau tertawa karena mungkin kami tak layak untuk mendapatkannya
Sementara diri masih diselimuti debu kenistaan yang tebal
Melekat tanpa pernah kami usap dengan taubat

Mengadu kepada Mu
Hapus letih ini..gulana ini….
Biarkan sejenak kami bermimpi hal-hal yang indah tentang negeri ini..

Monday, May 26, 2008

Kebenaran itu Milik Allah

Sydney, May 27, 2008


Berjuanglah terus saudaraku..
Suarakan terus kebenaran walau pahit untuk mereka dengar


Sekalipun jangan pernah mundur ke belakang

Doa kami menyertai
Bagi para pejuang Allah sungguh tak akan pernah ada kata merugi

kebenaran itu ditulis dengan tinta darah...tinta air mata....bahkan tinta nyawa


yang didera fitnah di kesudahannya

Namun untuk pejuang sejati
tipu daya itu hanyalah kerikil kecil yang harus dilalui
dan tetaplah untuk tegak dalam agama ini

Berjuanglah terus saudaraku..

Cukuplah Allah bagimu..



teruntuk seluruh pejuang kebenaran di bumi Allah

Hidayatullah.com
Senin, 26 Mei 2008

Untuk kesekian kalinya, Adnan Oktar alias Harun Yahya dipenjarakan. Inilah penindasan para ilmuwan yang berani mengungkap kekeliruan ilmiah teori evolusi.

Penindasan terhadap para ilmuwan dan intelektual yang berani mengungkap kekeliruan ilmiah teori evolusi Darwin, dan berbagai sisi gelap teori itu tidak hanya berlaku di Amerika Serikat. Untuk kesekian kalinya, Adnan Oktar, dengan nama pena Harun Yahya, diganjar pengadilan Turki 3 tahun penjara, lantaran mengemukakan kebenaran bahwa teori evolusi Darwin tidaklah ilmiah.

Sebelum ini, Harun Yahya sudah dipenjara beberapa kali. Ia pernah dikurung di rumah sakit jiwa bersama para pasien penyakit jiwa berbahaya. Di tempat itu, beliau dicoba untuk dibunuh beberapa kali.

Meski demikian, Harun Yahya tetap tidak bergeming membongkar kepalsuan teori evolusi, beserta gerakan ideologis yang mendukungnya, termasuk Freemasonry.

Pembunuhan Karakter

Sebagaimana diketahui, ilmuwan Muslim yang karyanya sudah merambah dunia itu beberapa tahun terakhir ini mengagetkan dunia. Buku besar Harun Yahya berjudul Atlas Penciptaan muncul di Eropa, dan mengagetkan pihak berwenang di negara-negara seperti Perancis, Denmark, Austria, dan Italia.

Tidak mampu menanggapi balik secara ilmiah dan intelektual, organisasi dunia setinggi Dewan Eropa mengeluarkan resolusi yang melarang buku Atlas Penciptaan dan pemikiran kritis semacamnya atas teori evolusi diajarkan di sekolah-sekolah Eropa.

Lebih dari itu, tindakan penyusupan agen rahasia Freemasonry pun dilakukan demi membungkam kegiatan Harun Yahya.

Bisa ditebak, media massa pro evolusi memanfaatkan peristiwa ini untuk melakukan pembunuhan karakter Harun Yahya untuk kesekian kalinya dengan berbagai tuduhan negatif, tak terkecuali situs rujukan seperti wikipedia.

Menjawab putusan pengadilan ini, Harun Yahya menyampaikan pernyataan
penting dalam sebuah konferensi pers.

"Ini adalah sebuah kasus yang mungkin akan tercatat dalam sejarah. Saya belum pernah mendengar, melihat atau membaca kasus yang penuh tipu daya semacam ini. Namun kami masih menaruh rasa hormat yang sepatutnya.

Kami menghormati sistem keadilan. Kami menghormati keputusan pengadilan. Ada suatu kebaikan dalam segala hal. Keputusan itu telah ditakdirkan dalam pandangan Allah sebelum para orang tua hakim itu dilahirkan. Mereka mengeluarkan pernyataan putusan hakim ketika
saatnya tiba. Mereka mengeluarkan pernyataan putusan pengadilan yang ada dalam takdir mereka. Tak seorang pun dapat menentukan untuk dirinya sendiri, tidak pula membuat pernyataan apa pun sekehendaknya sendiri. Setiap orang membuat pernyataan yang telah ditetapkan dalam takdirnya. Mengapa ini terjadi dengan cara sedemikian itu? Sebab
kebaikan akan muncul dengan takdir itu terjadi, " ujarnya.

Harun Yahya menyebut pemenjaraan dirinya diibaratkan kasus Nabi Yusuf AS. "Insya Allah, kami juga berada pada jalan Nabi Yusuf AS. Kami berada pada jalan para nabi yang dirahmati. Kami menetapi sunnah mereka yang agung. Insya Allah kami melakukan apa yang mendatangkan kebaikan. Orang mukmin berada di jalan para nabi, dan di dalam
Al-Quran," katanya dikutip www.harunyahya. com. [as/cha/berbagai
sumber/www.hidayatu llah.com]

simak biografi penuh derita, dera dan percobaan pembunuhan di:
http://www.harunyah ya.com/indo/ m_riwayat. htm


Sunday, May 25, 2008

Kereta Senja




Q : Is there any connection between this television program and the article above (television and destiny ) ?

A : Definitely yes there is

Q : How come ?

A : The people can model the artists by imitating their styles.

Q : Umm....what a nice models then (look amazed)

A : heheh....finally, that's what I call destiny ( hihih....maksaa !)

Darling Harbour 2008


Monday, May 19, 2008

Jodoh

Di cermin didapatinya sebentuk wajah lonjong yang tirus, berwarna sawo matang, dengan hidung yang tidak terlalu mancung, bibir yang tidak indah, dan pipi yang dipenuhi jerawat di sana sini. Dicobanya kemudian untuk tersenyum semanis yang dapat ia sunggingkan, terlihat gigi geligi yang tidak rata di sana sini dan sepertinya bukan senyum yang terlihat tapi mungkin lebih kepada seringai. Kemudian terdengar desahan tak puas dengan apa yang dilihatnya di cermin. It’s me…! What an ugly face..

Usianya sudah menginjak kepala tiga, sebuah usia yang tidak bisa dibilang muda untuk seharusnya membentuk sebuah keluarga. Semua teman kuliahnya sekarang sudah berkeluarga bahkan ada yang putranya sudah empat, jumlah bilangan buntut yang tidak sedikit untuk seorang ibu yang mempunyai usia sama seperti dirinya Tapi rasanya semua tiada guna, sudah beberapa kali dia berusaha menjalin persahabatan dengan banyak pria dengan harapan bahwa kelak ada salah satu dari mereka menjadi belahan jiwa.

Sungguh suatu harapan yang tidak begitu muluk bila menginginkan seorang lelaki yang baik mau menerima dirinya, mm… untuk masalah ketaatan terhadap agama rasanya itu bisa nomor dua. Entahlah sepertinya lama kelamaan dia berpikir apabila keadaan seperti ini terus rasanya dia bersedia menjadikan siapapun sebagai suami tanpa perlu membuat kualifikasi.

Ah.. tapi tentu ide gila itu akan banyak ditentang oleh kaum kerabatnya. Hehe..kok jadi obral gini, dia tersenyum dalam hati. Mmm.. kalau untuk masalah pergaulan rasanya dia bukan tipe perempuan yang introvert, pergaulannya cukup luas terutama di dunia maya. Teman lelakinya pun banyak, begitupun di kantor tempat ia bekerja tapi yah.. hanya sebatas teman..Apabila dia mulai menjurus ke arah hubungan yang lebih dekat kepada salah satu teman laki-lakinya dari dunia maya mm.. bisalah dibilang agak agresif dikit tapi sepertinya itu juga tidak tabu mengingat Khadijah sendiri melamar Rasulullah sebagai suami, sudah dapat dipastikan setelah melakukan copy darat teman lelaki tersebut akan menyingkir secara perlahan, tanpa dia tau pasti apa penyebabnya. Apakah karena aku tak cantik ?? Atau terlalu agresif ??

Ah..rasanya tidak juga. Bukankah selalu pinta itu kuurai di setiap sholat malam dan sholat wajibku, agar mimpi ini menjadi nyata, dan kemudian Allah hadirkan seorang laki – laki baik dalam hidupku. Ohh… tiba – tiba perasaan rendah diri menghinggapinya, namun segera ditepisnya. Toh jelek juga bukan akhir segalanya, masih banyak kok yang lebih jelek dan lebih kurang sempurna.

Mmm... tapi Pak Marno tukang pijat langganan Bapak juga walau buta tetap bisa mendapatkan jodoh bahkan mendapat isteri yang normal dan tentu lebih secara fisik daripada Beliau sendiri. Ahh... ini cuma Allah yang punya rahasia. Jangan berburuk sangka kepada Allah Anti... nuraninya mengingatkan.

“ Anti…!”

Tok..tok.. tok.. Suara Bapak yang cukup berat membuyarkan seluruh renungannya.Dengan agak malas dibukanya daun pintu kamar yang menimbulkan suara berderit karena kurang minyak.

“ Ada apa, Pak ?”

Kepalanya menyembul separoh dari balik pintu menjawab panggilan laki –laki tua yang sangat dicintainya. Hmm.. sepertinya hanya Bapak satu-satunya lelaki di dunia ini yang mencintaiku dengan tulus…yee…namanya juga buah hati hihi..Mmm.. Ibu andai saja ibu masih berada di tengah kami, betapa kegalauan ini akan dapat mencari ruangnya di belantara kalbu Ibu yang begitu luasnya.

“ Kamu kenapa kok kusut begitu ?”

Bapak menepuk kepala Anti dengan koran yang sedang dipegangnya, sambil tersenyum menggoda anak bungsunya. Setelah isterinya mangkat, di rumah itu hanya ada dia dan si bungsu ditemani salah seorang keponakannya. Dua orang anaknya terpisah jauh dari mereka, mungkin hanya satu kali dalam setahun berjumpa. Anak yang pertama laki –laki sudah berkeluarga dan menjadi PNS di salah satu instansi pemerintah di pulau Kalimantan, sedangkan anak laki-laki yang kedua mencari penghidupan di kampung halaman isterinya di Sulawesi dengan membuka toko klontong.

Ahh... inilah hidup, akan ada masanya dimana semua anaknya akan pergi meninggalkannya, ataupun sebaliknya. Ah..istriku, seandainya kau masih ada tentulah sepi ini ada obatnya. Sekarang mungkin satu-satunya perempuan yang mencintainya sepenuh hati di sisa hidupnya adalah si bungsu saat ini , bisiknya lirih dalam hati.

“ Hayooo... !! Kok Bapak yang bengong !” Anti mengagetkan Sang Bapak yang seperti setengah melamun.

“ Ehhh.. iyaa.. kok Bapak jadi lupa ya… itu ada temanmu laki – laki di depan, katanya mau ketemu. Libur gini kan harusnya kamu jalan – jalan aja.. jangan malah bengong di kamar !”

Bapak sedikit menasihati sambil berlalu meninggalkan Anti yang masih bertanya – tanya gerangan siapa laki-laki itu.

“ Eh, Pak… tunggu dulu ! Nama laki-lakinya siapa ? “Anti menghentikan langkah kaki Bapaknya yang sudah agak menjauh.

“ Waduh.. tadi siapa yaa… Andri.. Andre.. apa Tono, Bapak lupa...! Coba nanti tanya lagi ke orangnya .

”Bapak dengan santai meninggalkan Anti yang bengong.. mm.. kayanya nama Andri dan Andre memang agak mirip jadi mungkin bisa lupa, tapi kok pake juga nama Tono… Haa…ini baru ajaib kok bisa jauh banget lupanya. Ah.. dasar si Bapak ! Anti tersenyum dalam hati dan kemudian bergegas mengganti pakaian serta memakai jilbab kaos renda warna hijau berukuran M untuk menemui tamunya. Nah… siapakah diaa ?

“ Hai..!”

Anti menyapa seorang laki-laki yang tengah memandang bunga-bunga di teras yang terawat rapi peninggalan almarhumah ibu. Dengan segera Anti mendapati seraut wajah yang asing, tapi seperti pernah melihatnya.. tapi dimana ya ??

“ Hai...! “

Suara itu menyahut dengan sedikit kaget diikuti senyum, kemudian berdiri sembari mengayunkan tanganya untuk bersalaman dengan Anti. Dengan agak ragu Anti menyentuh sedikit tangan itu. Walaupun tidak alim – alim banget, tapi rasanya kalau untuk menyentuh laki-laki yang bukan mahrom rasanya tetap tidak nyaman . Untuk hal – hal seperti ini rasanya Anti cukup terjaga. Alhamdulillah..

“ O ya..., kenalkan, saya Tono Andrian , temen chatting Anti di Medan kebetulan main ke tempat Saudara di sini !”

Tanpa menunggu Anti menanyakan, laki – laki berperawakan sedang, berperilaku sopan, dan bertampang sedang itu langsung memperkenalkan diri. Eeh... kayanya Bapak bener deh.. di nama itu ada unsur Andri dan Tono nya , kirain tadi Bapak pikun. Anti bergumam geli dalam hati. Ingatan Anti melayang beberapa waktu lalu saat berkenalan di Internet, dan sepertinya saat itu dia tidak begitu memperhatikan , pun sampai setelah laki-laki itu mengirimkan foto. Ooh.. pantesan sepertinya aku kenal. Bisik Anti lagi dalam hati.Setelah pertemuan di siang itu, cerita pun berlanjut hingga sampai ke hari – hari Anti. Mm.. mungkin ini suatu pertanda bahwa Sang Arjuna akan datang, toh setelah perkenalan itu tak ada tanda-tanda bahwa Tono Andrian menyingkir darinya, bahkan sepertinya dia begitu gencar mendekati Anti lewat email-email yang dikirimnya serta pertemuan yang sering di layar komputer, dan SMS. Sungguh.. sepertinya hari-hari terasa indah dilaluinya.

Apakah ini jawaban Allah atas segala doa yang dipanjatkannya. Kadang Anti merasa malu juga bila niat berdekat-dekatan dengan Allah siang dan malam yang dilaluinya hanya untuk meminta jodoh, bukan untuk menjalin cinta yang lebih hakiki dengan Nya. Ah.. tapi kan kita disuruh berdoa dan meminta kepada Allah, bagitu lah jawaban pembenaran darinya. Hingga semakin lama, frekuensi kedekatan dengan Yang Maha Penyayang itu mulai menurun, yang biasanya sholat malam, sekarang boro – boro...bisa sholat wajib pun Alhamdulillah..karena semua waktunya habis di depan komputer dan sibuk dengan dunia maya nya, sholat itupun tak pernah tepat waktu. Virus merah jambu yang dahsyat tengah melandanya. Bapak yang melihat perubahan putri bungsunya sangat bahagia, karena apapun yang membuat Anti bahagia, itu juga yang akan dirasakan Bapak.

“Jadi….kesimpulan dari kajian kita kali ini saya ambil dengan menyitir Surat An-Nuur ayat 26, bahwasanaya laki – laki yang buruk akhlaknya itu diperuntukkan untuk perempuan yang buruk akhlaknya, demikian pula dengan laki – laki yang baik akhlaknya diperuntukkan untuk perempuan yang baik akhlaqnya . Dan begitu pun sebaliknya. Janji Allah tersebut benar adanya, makanya saya mengingatkan saudari – saudariku yang belum menikah dan berniat untuk menikah tolong lebih teliti lagi mencari calon suami. Jangan karena sekedar baik kepada kita saja kita memilihnya, karena baik dalam pandangan kita belum tentu baik dalam pandangan Allah demikian pula sebaliknya. Itu berarti yang paling penting dalam memilih pendamping hidup adalah yang paling baik agamanya, karena hal tersebut yang akan membuat kita bahagia lahir dan batin…”Penjelasan ustadzah kajian Jumat siang itu seperti menyentak Anti untuk berpikir lebih dalam mengenai kriterianya mencari pendamping hidup.

“ Hey.. neng…! Udah kelar kajiannya…Mau makan dulu apa sholat dulu ? “

Yuni, teman satu kantornya menyentuh pundak Anti yang masih asyik menekuri karpet alas duduk mereka.

“ Eee.. Iya, mm.. sholat aja dulu, Yuk..! Belum laper niih..!”

Anti menjawab sambil bergegas menggamit lengan Yuni menuju masjid instansi tempat mereka bekerja setelah kaum laki-laki selesai sholat Jumat. Lama Anti merenungkan isi kajian itu setelah sholat. Yah.. nuraninya sedang gulana.

***

“ Bapak nonton apa sihh…?”

Anti mendekati Bapaknya yang tengah asyik mengarahkan pandangan di depan televisi malam itu sambil membawa camilan , kemudian menghempaskan punggungnya di sandaran kursi.

“Sekelompok pemuda yang sedang mengadakan pesta shabu digrebek oleh polisi kota Medan…..”

Tiba – tiba dada Anti berdegup kencang, dan sepertinya merasa gerah dengan udara hari itu, tubuhnya menegang demi melihat wajah yang saat ini terasa begitu dekat dengan mimpi – mimpinya, sedang digiring oleh polisi bersama pemuda lain di sebuah rumah . Suara reporter berita tersebut seperti hilang di telan gemuruh di dadanya , gemuruh angkara, penyesalan, dan rasa malu yang mendalam. Seluruh persendian Anti lunglai. Inilah jawaban gulana itu. Dia masih mendengar Bapak juga menyerukan kekagetan luar biasa mengingat selama ini putrinya dekat dengan laki-laki di televisi itu.

Allah masih sayang padanya untuk mengingatkan lewat kajian siang tadi. Tiba – tiba pula terbit rasa syukurnya atas semua karunia yang diberikan Allah atas wajah ini, karena walaupun wajahnya tak cantik menurut orang lain, tapi cantik menurut Bapak ,akhlaqnya sampai detik ini masih tetap terjaga walau gara-gara virus merah jambu itu membuatnya lupa daratan untuk sementara waktu. Allah.. beri hamba kekuatan dan kemampuan untuk mencintai Mu lebih dari segala sesuatu, dan biarlah hamba mencintai Mu saja, itu sudah cukup. Bisik Anti pasrah. Masih jelas diingatannya isi SMS tadi pagi sebelum dirinya bersiap melangkahkan kaki ke tempat kerja : Will you marry me ??

Teruntuk: Saudari-saudariku yg tengah merindu..Keep istiqomah - janji Allah selalu benar

Forensik

" Aisyaaahhh……tunggu !!"

Sebuah suara menghentikan langkahku untuk sejenak menoleh ke arah sumber suara tersebut. Seorang perempuan berkerudung lebar dan memakai jas putih bergegas ke arahku sambil mendekap buku tebal dan tas besar di pundaknya, tak dihiraukannya pandangan orang-orang di lorong rumah sakit itu mendengar teriakannya yang cukup keras.

" Ais…kamu tau nggak..?"

Tanpa menunggu aku bertanya ada apa, akhwat jangkung itu sudah lebih dahulu berkata.

" Assalamu'alaikum dulu rina manis…"

Celetuk ku kalem sambil menyalami tangannya.

" Eh.. iyaa, afwaaaann…. Assalamu'alaikum Ais sayang.."

Rina, sahabatku, meralat kembali kata-katanya di awal sambil cengengesan membetulkan letak kacamata minusnya.

" Ada berita apa sih, kaya penting banget sampe salam aja lupa ."

Aku bertanya sekaligus menyindirnya dengan tampang pura-pura sebel.

" Yukk..ngomongnya di pinggir aja, tuh ada brankar lewat kalo ketabrak kan lumayan…bisa – bisa nambah pasien UGD kita"

Rina menarik tanganku ke pinggir, sambil bibirnya maju dua senti ke arah brankar yang lewat. Lorong rumah sakit pendidikan yang cukup terkenal di pulau Jawa pagi ini memang cukup ramai, karena memang sedang jam sibuk. Semua berseliweran dengan raut muka yang beraneka ragam, dari yang paling kusut sampai yang berseri – seri, mulai dari pasien dan keluarganya, dokter rumah sakit, residen, perawat, karyawan rumah sakit yang lain, sampai ko-ass seperti kami sekarang ini.

"Kamu dipanggil Dokter Mega, tadi pas aku kasih laporan hasil visum kemarin Beliau menanyakan namamu.."

Rina menjelaskan maksudnya sambil melambai ke arah seoang teman yang berlalu pada jarak yang tidak begitu jauh dari kami.

“ Ra… tunggu dong..!!”

Dengan suara agak lantang Rina memanggil sosok tersebut sambil terus melambaikan tangan. Tak urung aku menaruh jari telunjuk ke bibir megisyaratkan Rina untuk merendahkan volume suaranya. Ini akhwat kok kaya tarzan, batinku tersenyum.

"Oh.. ada apa ya Beliau manggil, mm.. kayanya laporanku bermasalah deh."

Aku menanggapi penjelasan Rina sambil mengernyitkan dahi berpikir kira-kira apa yang membuatku dipanggil.

" Makanya menghadap aja sekarang, mumpung lagi kosong acara kita, Pak Sara berhalangan hadir untuk memberi kuliah kan..?"

Rina memberi saran, sambil tak lupa tanganya membetulkan letak kacamatanya.

" Iya deh.., aku ke sana langsung aja. Kamu mau kemana sekarang ??"

Aku balik bertanya, mengingat acara kami untuk jam sepuluh ini dibatalkan.

" Biasaaaaa…. Isi bensin dulu ke kantin tuh Ira udah duluan .Dahh Aiis, Assalamu'alaikum.."

Dengan gayanya yang rada kenes Rina menjawil daguku sambil berlalu, menyusul teman yang lain ke arah kantin.

" Wa'alaikumsalam…."

Jawabku pelan, sambil melanjutkan langkah berbelok menuju ke bagian Forensik yang letaknya di belakang areal rumah sakit ini. Tadinya aku hendak menemui teman akhwat di bagian Penyakit Dalam untuk menanyakan siapa yang akan mengisi kajian untuk adik-adik S1 Kedokteran Jumat depan sekalian melepas rindu setelah lama tak bersua walaupun rumah sakit kami sama. Kenyataannya memang begitu, kami disibukkan dengan urusan masing-masing seminggu terakhir ini. Beginilah hidup jadi seorang ko-ass, penuh perjuangan sekaligus keprihatinan. Sudah rahasia umum sepertinya kalau ko-ass itu adalah strata terendah di rumah sakit ini heheh…Hush… kok jadi meratapi nasib gini. Aku tersenyum dalam hati.

Ingatanku kembali melayang beberapa hari yang lalu. Sungguh, stase atau bagian Forensik ini walaupun hanya berlangsung empat minggu aku merasa seperti empat tahun. Waktu sepertinya lambat sekali bergulir. Bagaimana tidak, selama 24 jam kami harus siap menunggu perintah, jam berapapun dipanggil ke rumah sakit kami harus datang, untuk menghadapi jasad terbujur kaku yang meninggal karena sebab beraneka ragam, dan hal seperti ini yang sama sekali membuatku merasa tidak nyaman dibanding harus berlama-lama di stase lain. Walau banyak hikmah yang bisa dipetik selama berada di stase tersebut, tapi entah mengapa aku tetap tak ingin berlama-lama di sana. Empat hari yang lalu adalah hari yang berkesan buatku, karena saat itu ada jenazah yang tewas akibat perkelahian, dan aku berani menawarkan diri untuk menjadi O2 atau operator yang bertugas melakukan pembukaan bagian dada. Sudah menjadi ketentuan umum, apabila ada jenazah yang meninggal karena perkara kriminal, biasanya pihak kepolisian meminta untuk dilakukan pemeriksaan dalam sebagai cara untuk mengetahui sebab kematiannya selain dilakukan pemeriksaan luar.

Pisau kecil tajam masih kupegang dengan tangan berkeringat dingin. Dengan pisau inilah aku akan membelah dada jenazah di hadapanku, setelah semua prosedur pemeriksaan lain dilakukan.

" Ayo Ais.. kamu bisa…!."

Sebuah suara menyentak kesadaranku yang masih termangu memandang beraneka ragam jenis pisau yang masih berada di tempatnya.

Hagni, salah saorang teman satu kelompok ku berbisik menguatkan diriku yang masih gamang dengan keadaan tersebut. Tiba-tiba terbersit penyesalan, kenapa harus aku yang menawarkan diri untuk menjadi operator nya. Ahh.. semua terlambat, dosenku yang lumayan sangar sudah berdiri di samping jenazah yang dikelilingi sekitar dua puluh orang ko-ass lain. Perlahan aku menyayat pangkal lehernya seolah-olah tak ingin jenazah pria itu terusik, terus kusayat hingga membentur tulang dadanya. Allah… berdosakah yang kulakukan ini, sungguh aku melakukannya karena tuntutan keilmuan semata. Suara-suara disekitar memberi saran teknik penyayatan, hingga seluruh dada terbuka, dan terlihat semua organ di dalam beserta bau amis organ dalam yang menyeruak menuju syaraf penghidu kami. Sebab kematiannya jelas, karena tusukan sangkur saat perkelahian mengenai jantung dan terjadi perdarahan di sana, terlihat dari genangan darah di pericardium.

Beraneka ragam bentuk kematian lain kutemui di bagian ini, mulai dari jenazah mati tenggelam, infanticid , terbakar, keracunan, hingga kecelakaan lalu lintas. Semuanya menceritakan kepedihan dan kebesaran Allah di dalamnya, saat ada jenazah wanita yang terbakar hangus seluruh tubuhnya diperkirakan bunuh diri karena tak ingin dipaksa menikah dengan laki-laki lain, akan tetapi Maha Suci Allah ternyata rahimnya utuh dengan janin berusia 16 minggu di dalamnya yang sudah meninggal juga. Ternyata wanita itu telah mengandung terlebih dahulu, Naudzubillah..

Sejak di bagian Forensik ini pula aku merasa melihat wajah-wajah kematian di setiap wajah yang kutemui di jalan, dan saat itu ada getaran yang akan menggerakan kuduk ku dan merangsang syaraf autonomku menuju ke kelenjar air mata untuk meneteskan air mata kepasrahan bahwasanya kematian itu adalah sebuah kepastian, siapa yang mampu mengelakkannya.Tapi sungguh bekal itu belum banyak rasanya untuk kutukar dengan kebahagian akhir. Ada doa di setiap ingatan yang kubawa tentang bentuk-bentuk kematian tersebut, Allah.. aku ingin kematianku dalam keadaan terhormat, dan utuh tidak berakhir di meja otopsi.

Tok..tok..tok..

"Assalamu'alaikum…"

Aku sudah berdiri di depan pintu dokter Mega salah satu dosen di bagian Forensik ini dengan perasaan bertanya-tanya.

" Wa'alaikumsalam… masuk ".

Terdengar jawaban dari balik pintu yang langsung menggerakkan tanganku meraih handle pintu dan membukanya.

" Maaf dok, dokter memanggil saya Aisyah Syahidah…"

Aku sudah berdiri di hadapan meja Beliau, sedang perempuan separuh baya dengan gelungan rapi itu, terlihat sedang sibuk dengan tumpukan kertas laporan di hadapannya.

" Oh.. Aisyah ya…silahkan duduk, ini ada yang kurang mengenai laporan visum kemarin."

Tanpa basa-basi Dokter Mega sudah memberikan banyak kritik dan masukan mengenai laporan yang kubuat, hanya karena pemeriksaan organ bagian ginjal tidak dilakukan saat pemeriksaan dalam otopsi jenazah seorang pencuri yang dihakimi massa beberapa hari yang lalu. Penyebabnya karena kami merasa sudah cukup bukti untuk menegakkan sebab kematiannya, ditambah lagi berhubung ginjal agak sulit untuk dibuka mengingat tempatnya yang tersembunyi, jadi kelompok kami memutuskan untuk tidak membukanya. Sudah cukup rasanya membuat berbagai "kerusakan" pada tubuh jenazah itu. Tapi mungkin Dokter Mega mempunyai pertimbangan lain mengingat status kami saat ini masih belajar, jadi semua pemeriksaan harus dilakukan.

Aku berjalan menuju ke kos yang tidak begitu jauh dari rumah sakit sambil membawa hasil laporan yang dikembalikan lagi dengan sukses untuk aku perbaiki sambil memperhatikan setiap wajah-wajah yang kutemui di jalan, kembali aku melihat wajah-wajah kematian di sana, membayangkan seandainya mereka berakhir di meja otopsi tentulah tidak akan ada lagi wajah yang segar tertawa atau murung menangis, yang ada hanya wajah pucat, dingin dan kaku, siap untuk dipelajari sebab- sebab kematiannya oleh mereka yang hidup, sementara akhir hidup sendiri siapa yang tahu seperti apa dan bagaimana. Allah… sudah cukup siapkah aku menghadap Mu ?

Dorr…dorr….!!

Tiba-tiba terdengar suara tembakan yang cukup dekat di telingaku.

" Aaaahh……!! "

Tiba-tiba keringat dingin kurasakan menjalar ke seluruh tubuh, ada rasa nyeri yang menjalar di dada, dan cairan hangat kuraba mengalir di jas ko-ass ku, dan tiba –tiba ringan sekali rasanya tubuh ini, untuk sesaat kemudian aku tidak ingat apa-apa lagi.

Dengan jelas aku melihat tubuhku terbaring tanpa daya dengan darah yang masih mengucur di dada sebelah kiriku. Ramai terdengar orang berteriak mengerubungiku. Suasana panik demikian terasa. Ternyata Bank di samping rumah sakit dirampok memakai senjata api, karena panik si perampok melepaskan tembakan ke arah satpam, dan saat melintas di sana, pelurunya bukan menuju ke arah satpam melainkan bersarang ke dadaku.

Allah.. apa yang akan terjadi dengan diriku? tewaskah aku ? Kepasrahan kembali kurasakan bersamaan dengan titik-titik air mata yang kurasakan jatuh satu-satu.

Hei.. lihat brankar itu yang membawa diriku dari UGD menuju…?? Lihat mereka berbelok ke kiri menuju….Oh tidak !! Mereka membawaku ke bagian forensik. Tidaaaakk.. ya Allah !! Aku tidak pernah ingin kematianku berakhir di ruangan itu. Tolong ya Allah… Aku ingin mati dengan wajar, terhormat, tanpa harus ditelanjangi di atas meja otopsi. Aku melihat teman-teman satu kelompokku berkumpul dengan wajah kaku, sebagian dari mereka menangisi diriku.

" Sekarang kalian periksa bagian luar, setelah itu kita akan memeriksa bagian dalam untuk mengetahui sebab kematian Saudari kita."

Suara dosen kami memecah keheningan yang ada setelah dilakukan doa bersama untuk memulai otopsi ini . Dalam diam semua bekerja dengan suara berbisik, seolah tak ingin mengganggu tidur panjangku. Satu – persatu seluruh yang melekat di badanku di buka, untuk kemudian dikumpulkan setelah terlebih dahulu dicatat. Allah.. betapa malunya aku !! Aku ingin lari dari sana, tapi tak ada tenaga yang mampu menggerakkanku..seperti ada paku besar yang menancap kakiku menembus ke dalam perut bumi.

" Sekarang kita akan melakukan pemeriksaan dalam "

Oh..!! Itu suara Hagni..

Tidaaaakk !!! apa yang akan mereka lakukan padaku. Air mataku sudah tumpah ruah… aku tidak rela ya Allah….!!

" Aiisy…?? Ada apa ?? Kenapa menangis ??"

Sebuah suara lembut dan sepasang tangan memegang bahuku.

Aku mendongak mencari suara yang kukenal tersebut, apalagi dengan panggilan kesayangan Aisy. Hanya satu orang yang memanggilku demikian.

"Subhanallah… Dwi ?? !!" Aku langsung memeluknya, dan terisak di sana.

" Hei… gak boleh nangis di tengah jalan…Malu atuh.. !! Yukk.. ke pinggir dulu."

Dwi, sahabat karibku, sudah menggamit lenganku ke pinggir jalan , yang lumayan ramai . Beberapa pasang mata menatapku dengan mimik wajah yang tidak bisa diterka apa yang tengah mereka pikirkan. Aku jadi malu.

Aku mengusap air mata, sambil tertawa kecil ke arah Dwi menyadari kebodohanku. Alhamdulillah itu cuma lamunanku saja. Beginilah nasib jadi akhwat punya kepribadian sentimentil, mudah sekali terbawa perasaan. Huh.. ini akibat pengaruh cerita-cerita kriminal di televisi jadi berpikir yang tidak-tidak. Aku beristighfar dalam hati.

" Hehe.. aku cuman ngelamun kok ."

" Kok bisa ?? Sudah berkali-kali tadi aku memberi salam dan memanggilmu, tapi sepertinya kamu tidak mendengar apapun. Ada apa Aisy sayang..??"

Wajah Dwi terlihat khawatir melihat keadaanku, sambil menyodorkan tisue ke arahku.

" Gak apa-apa kok, cuman ngelamun aja.. tapi kok sampai nangis ya ?? "

Aku tersenyum sambil menyeka air mata dengan tisue sambil bertanya pada diri sendiri.

" Ngelamun kan gak boleh ukhtiy…gak baek… banyak setannya…Apalagi sambil jalan pake nunduk lagi, kalo ketabrak kendaraan gimana ??

Dwi sedikit merengut, mengingatkan kebiasaan jelekku kalau berjalan tidak melihat kiri kanan, tapi menekuri tanah yang sering jadi bahan olokan teman-teman yang lain. Mencari duit jatuh ni yee…

" Alhamdulillah kalo gak ada apa-apa..Bener nih gak mau cerita ??"

Dwi melanjutkan lagi bicaranya dengan nada pura-pura mengancam. Dia tahu pasti kalau aku punya masalah tentulah akan bercerita padanya tanpa harus diminta. Tapi untuk yang satu ini aku lebih suka diam.

" Ada apa manggil-manggil ? be te we dari mana hendak kemana ?"

Aku sudah melupakan kejadian barusan dan bertanya kepadanya dengan nada biasa.

" Tadi selesai ujian Interna aku pengen rest sebentar di tempatmu, biasa lah…menenangkan pikiran, Rabu depan disuruh maju lagi . Eh, gak taunya ketemu di jalan, berarti bisa bareng. Oh iya, Jumat depan giliran kamu yang ngisi kajian di kedokteran."

Akhwat yang hobi berkerudung coklat itu menerangkan dengan semangat. Inilah yang aku suka darinya, apapun yang terjadi, sesusah apapun keadaan dia terlihat tetap tegar dan bersemangat.

" Ok deh.. tapi ngomong-ngomong bawa oleh-oleh gak buatku ? kan lama gak main ke kos sejak sibuk-sibuk persiapan ujian interna ?

Aku bertanya dengan senyum menggodanya.

" Bereeeess.. udah kupikirin kok. Ntar aja di kos makannya."

Dia menjawab sambil menggamit lenganku untuk kembali berjalan menuju ke arah kos ku. Anak ini paling tahu kesukaanku mm.. apalagi kalau bukan coklat.

" Eiitt…. Tunggu dulu di sini ya Dwi manis.., aku hampir kelupaan mau fotokopi jurnal forensik ini ."

Aku teringat kembali dengan buku perpustakaan di tas yang belum sempat ku fotokopi.

"Yah….! "

Dwi mendesah dengan nada sedikit kesal, tapi tetap memberikan senyum manisnya.

" Sebentar kok..cuman 3 lembar, tuh..fotokopi Dinia lagi sepi , jadi bisa cepat ok..!"

Melihat gelagat yang kurang baik aku cepat-cepat menyambung perkataanku sebelum dia berceramah panjang lebar. Sebelum menyeberang aku beri dia senyuman termanis yang pernah aku punya, hihi… kayanya sih.

" Iya dehh… tapi jangan lupaa itu kepala liat kiri-kanan.. jangan nunduk melulu, di tikungan banyak kenda…."

Belum selesai Dwi memperingatkan aku, tiba-tiba….

Ciiiiiiiiiiiiiiiiitt…..Brak !!!

" Aisyaaaaaaaaahhh…….!!!"

Teriakan yang cukup kuat kudengar sayup-sayup. Duh..ada rasa nyeri kurasakan di sekujur tubuhku, untuk kemudian aku tidak ingat lagi apa yang terjadi. Aku sadar penuh bahwa ini betul-betul kenyataan yang harus kuhadapi, bukan sekedar lamunan sesaat. Allah.. apapun yang terjadi setelah ini , jadikan akhir hidupku menjadi akhir yang baik aamiin..

YJK : Sahabat-sahabatku tercinta FK UGM '96 semoga kita semua dapat khusnul khotimah, aamiin

Ket :

Pericardium : selaput pembungkus jantung

Infanticid : pembunuhan bayi

Sunday, May 18, 2008

Surat Cinta

- Road to 6th Wedding Anniversary-


Sydney, 6th May ,2008


Teruntuk : belahan jiwa dan separuh nafas dinda..

Di bumi lancing kuning..


Sayang…sudah 6 tahun kiranya biduk kecil ini kita kayuh bersama. Ada banyak cerita yang pernah kita ukir dalam perjalanannya, walau ada sedikit duka di antaranya namun semuanya manis terasa, ditemani dua syahidah kecil kita ,hadiah dari Allah yang tak terhingga harganya untuk kita jaga. Kenangan kemesraan itu terus dinda bawa walau jarak dan waktu memisahkan . Semakin lekat, manis dan indah dinda rasa setiap waktunya. Walau kadang terselip sunyi dan rasa bersalah yang membuncah meninggalkan semua cinta di seberang sana . Dinda pasrah, kelak pada suatu hari pun entah kapan, kesunyian abadi itu pasti akan menemani hari-hari dinda.


Sayang..setiap bertambah angka kebersamaan itu, semakin hati-hati dinda menghitung sisa waktu kebersamaan kita. Dinda takut waktu yang sudah kita habiskan bersama belum banyak berkahnya, dan dinda takut waktu yang tersisa berikutnya pun akan tersia. Bukankah biduk itu kita arahkan ke samudra ketaatan semata. Ingatkan dinda terus agar tidak lupa dengan pondasi awal bangunan keluarga yang kita dirikan ini. Menyatunya kita disebabkan, dilakukan, dan ditujukan untuk Allah semata. Dunia dan isinya begitu indah kadang membuat hati lena hingga terabailah episode waktu untuk mengingat kembali hakikat hidup dan kehidupan yang sudah dianugerahkan Nya.


Sayang…barangkali ini agak sentimental yaa.. tapi betul2 dinda terinspirasi dengan novel ayat-ayat cinta itu, bukan terinspirasi dari kisah cinta yang ada, tapi ada hal yang membuat dinda tersadar.. rasanya hidup memang tidak bisa hanya sekedar mengalir menunggu ajal, hidup haruslah kita rencanakan dan susun untuk setiap milestone yang akan kita lalui . Karena itu yang akan memotivasi kita untuk terus berjuang mencapai apa yg sudah kita targetkan tanpa mengabaikan tujuan akhir hidup kita. Peta hidup…ah..itu istilah yang dinda ambil dari novel itu. Kita harus punya itu cinta.., Wallahu’alam apa yang akan terjadi di pertengahannya…karena kita punya kuasa sebatas rencana tapi kalaupun gagal dari yang kita harapkan toh itu sudah kita rencanakan dan kita tidak akan kecewa karenanya (ingat kata uzt. Anis Matta ?) ,tapi mencari jalan lain dari peta itu atau bahkan mengubah target semula.

Ah rasanya memang kita perlu merencanakan kehidupan ke depan.. Sepertinya hidup akan terasa lebih hidup. Kadang dinda kurang setuju kalau kanda bilang yahh..dijalani aja semuanya, seperti air yang mengalir. Dinda pikir paradigma itu hanya untuk orang2 yang tidak punya visi ke depan. Dinda punya contoh , dan barangkali bisa dilengkapi nanti, terserah kanda hendak memasukkan target apa saja.

Sayang…tentunya gambaran di atas hanyalah gambaran kasar dari perencanaan perspektif manusia walau sudah ditulis detail, entah dimana akan ada tanda + sebagai peringatan bahwasanya semua akan berakhir…dan keabadian itulah tujuan kita.. Sepanjang jalan peta itu kita ukir..sepanjang itulah desah nafas ibadah kita cinta….tidak detail dinda taruh disana, karena milestone tahun itu hanya tanda kefanaan dan materi yang dapat dirasakan panca indera kita. Kanda bisa taruh di tahun-tahun itu kapan kiranya hafalan Alquran bisa sampai 5 juz .


Subhanallah sayang.. begitu banyak nikmat Nya yg tak mungkin dapat kita hitung selama kebersamaan ini. “ Maka nikmat Tuhan mu yang manakah yang kamu dustakan ??” Kita berdoa selalu kanda..agar kebahagiaan ini kekal kita bawa hingga akhirat..pertemuan yang sebenarnya. Dinda berharap tetap mendampingi kanda di sana di alam bahagia yang abadi..


Mujahidah2 kecil kita beranjak besar…, dan akan semakin tua lah kita. Kanda, manfaatkan waktu kecil mujahidah2 kita untuk kebersamaan seberapapun sempitnya waktu.., sering2 lah memeluk dan mencium mereka tanpa meminta mereka melakukan yang sama untuk kita, nikmati masa2 indah kelucuan mereka kanda, apalagi jarak dan waktu akan semakin banyak memisahkan kita nantinya, sungguh pengorbanan yang teramat berat, dan masa-masa itu tidak akan pernah terulang..akan kita rindukan di masa tua kita kelak. Dinda melihat ada seorang ikhwah disini yang begitu dekat dengan anak perempuannya.. Subhanallah..dinda ingin kanda juga seperti itu, penuh kasih terhadap mereka.. bayangkan saat kasih itu kita berikan, cinta itu kita ungkap lewat kelembutan , suatu saat tanpa kita pernah meminta mujahidah2 kita akan berlaku yang sama . Pesan ini pun berlaku untuk umi. Itulah qurota’ayun kita yang sebenarnya.


Sayang..sepertinya kita akan semakin matang dengan perjalanan hidup . Tetaplah terus menjadi nakhoda kami…jagalah biduk kecil ini dengan kasih sehingga tetap berlayar walau diterjang badai . Kami akan ikut berlayar kemanapun biduk ini dibawa selama tetap mengarungi lautan keridhoan Allah semata dan arah yg dituju adalah pulau keabadian. Inilah 6 tahun perjalanan kebersamaan itu cinta.


Balas ya suratnya… lama sekali tak mendapat surat dari kanda. Rindu rasanya ingin membaca untaian kata bijak yang akan dinda bawa selama hidup. Terimakasih sudah membersamai dinda dan anak-anak selama 6 tahun ini, maafkan atas segala ketidaknyamanan yang dirasa selama di samping dinda…. Kanda, dinda ingin dikasihi selamanya…


Teriring cinta yang akan selau subur di dada (insyaAllah)


-Dinda-














Kusemat cinta berbalut doa di kedalaman samudera hati orang - orang terkasih.......