Monday, September 21, 2009

Wasiat untuk Lelaki Kecilku


Lelaki kecilku
Tahukah dirimu
Saat matamu melihat dunia
Itu adalah bukan sebenarnya
Keindahannya , kemolekannya, hanyalah tipuan belaka
Tak rela diri ini bila semuanya membuatmu buta
Karena sungguh kampung akhirat lah
Yang layak untuk kita puja
Lelaki kecilku
Kutitipkan surgaku padamu
Melalui 5 wasiat yang harus selalu
tersemat di aliran darahmu
Yang pertama
Jadikanlah Allah sebagai tujuan hidupmu
Yang kedua
Tetapkanlah Muhammad sebagai teladan lakumu
Yang ketiga
Berjanjilah selalu untuk menjadikan Alquran
Sebagai pedoman hidupmu
Yang keempat
Berjihadlah di jalan Nya demi kemuliaan itu
Yang kelima
Bercita-citalah tinggi agar syahid menghiasi akhir hidupmu


Lelaki kecilku
Doa kami selalu menyertaimu

Sunday, September 20, 2009

Salam Perpisahan

Hari ini
Seperti ada yang tercerabut
Sedih
Haru
Rindu
Tamu agung itu berlalu
Bersama seluruh asaku
Duhai
Gulana ini tengah mencari bentuknya
Seiring Al Ghasiah pada pagi ini
Sungai takut dan harapku
Luruh dalam samudera keagunganMu
Sekali lagi
Kurangkum ketidakniscayaanku
Dalam tanya tak berjawab
kelu
Akankah kelak kembali kita bertemu ???


In Memoriam: Ramadhan 1430 H

Monday, September 14, 2009

BUBAR FK UGM 96

Berawal dari rasa rinduku bertemu dengan teman-teman seperjuangan saat dahulu menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran UGM mulai dari tahun 1996, maka timbullah keinginan untuk mengajak teman-teman , yang sudah kurang lebih 6 tahun tidak berjumpa, untuk mengikuti buka bersama mumpung masih berada dalam range bulan Ramadhan. Ide spontanitasku timbul begitu saja. Berbekal ide itulah aku menulis pengumuman di status facebook ku mengundang teman-teman FK 96 untuk berbuka bersama di restoran Boyong Kalegan, Pakem, Jogja pada tanggal 12 September 2009 kemarin. Beberapa tanggapan positif kuterima, dari sekian banyak yang sepertinya tertarik, Alhamdulillah ada 8 orang dapat terkumpul termasuk diriku. Berhubung belum ada pihak yang bersedia menjadi sponsor, maka sepakatlah kami untuk melakukan iuran membayar harga hidangan pada restoran tersebut.


Koordinasi yang kulakukan tidak sia-sia. Pada hari H, satu persatu teman-temanku bermunculan. Bahagia. Itulah yang kurasakan,walaupun jumlah yang hadir jauh di bawah jumlah mahasiswa yang dulu ada di FK . Biarlah, aku pikir ini adalah awal yang baik untuk mempererat silaturahim antarkami, mengingat tempat tinggal teman-teman sudah berpencar kemana-mana, tentu kehadiran teman-teman saat ini sangat berarti. Aku sebagai koordinator acara ini datang paling awal, bersama suami dan 3 matahariku. Aku bertanggungjawab menyambut kedatangan mereka dan mempersiapkan segala sesuatunya.

Sariyunita adalah temanku yang pertama hadir, Beliau datang dengan membawa 2 orang anak , dan 2 orang asistennya. Subhanallah, anak-anaknya yang keduanya perempuan terlihat sehat dan lucu. Menggemaskan. Aku gembira melihatnya. Sariyunita sendiri saat ini sedang melanjutkan PPDS Patologi Klinik semester awal, asal dari Bengkulu. Giliran yang kedua hadir adalah Dwi Rohmawati dan keluarganya. Wanita sholihah ini adalah teman baikku saat dulu masih kuliah. Tak banyak yang berubah pada dirinya, hanya tubuhnya yang terlihat lebih ringkih. Aku hanya berpikir, apakah PPDS interna telah membuatnya sedemikan tidak suka makan ?? (heheh..piss wi..). Beliau hadir ditemani dengan suami, dan 2 anak nya , laki-laki dan perempuan . Keduanya kalem, persis seperti ibundanya. Dwi asli Jogja menikah dengan laki-laki asal Palembang. Kebalikan diriku, yang berasal dari Sumatera-Selatan dan bersuamikan laki-laki Jogja. Indah sekali takdir kami .

Tidak berapa lama kemudian, kulihat kedatangan temanku yang ke-3, Tien Indra Navarone. Beliau datang tanpa ditemani siapa-siapa. Tien berasal dari Blitar Jawa Timur yang kebetulan bekerja di Jogja sebagai dokter pada salah satu klinik kecantikan. Tidak banyak yang berubah pada dirinya kecuali penampilan ibu-ibu pada umumnya. Menjelang beberapa menit sebelum berbuka, datanglah Apriana Setyawati beserta suami dan kedua jagoannya, yang berumur paling tua di antara anak-anak yang ada. Hebatnya lagi, berhubung sudah demikian lama berada di luar negeri, anak tertua Ria ini fasih berbahasa Inggris. Waduh, tante jadi iri neh.. Ria sendiri asli Jogja, tapi sudah melanglang buana mengikuti suaminya yang bekerja di luar negeri. Demi buah hati pun Ria rela meninggalkan sekolahnya pada PPDS Ilmu Penyakit Mata, untuk sementara waktu sampai batas waktu yang tidak bisa diperkirakan, karena setiap ditanya jawabnya itu nanti.. itu nanti.. hehe..

Bersama dengan Ria, demikian panggilan Apriana, adalah Erlina Hidayati. Erlin demikian kami memanggilnya, datang tanpa pendamping atau buntut, karena memang beliau lah yang masih single di antara kami. Sepanjang pertemuan itu tak lupa aku selalu menyemangatinya untuk tidak melanjutkan kesendirian itu. Waduuh, semua sudah pada punya buntut, ini sayap aja belum punya. Ayo Erlin, kami mendukungmu !!

Giliran berikutnya adalah Taufik Joni Prasetyo, atau kami biasa memanggilnya Topik. Pemuda yang berasal dari Lampung dan sudah tidak lajang ini pun datang tanpa ditemani isteri dan anak-anaknya, karena memang saat ini keluarganya sedang berada di lampung, sementara beliau sedang melanjutkan sekolah PPDS Anak di RSU Sardjito. Topik beristerikan Sri Indah Aruminingsih atau Indah, yang juga teman seangkatan kami dan masuk dalam daftar teman dekatku saat kuliah dulu. Mereka menjadi PNS di Lampung dan baru mempunyai 2 anak laki-laki. Aku yakin suatu saat mereka akan menambah buntut lagi heheh..

Last but not least, jauh setelah hidangan akan habis , datanglah Metta Dyah Ningrum atau Metta, teman yang saat ini sedang berada di puncak karirnya dalam per-resident-an karena menjabat Chief resident Obgyn, bersama dengan satu anak laki-laki kesayangannya (karena baru satu ya Met), dan seorang asistenya. Kasihan juga Metta, dia datang menjelang semua piring kosong, tapi dengan senang hati aku memesan kembali nila bakar khusus buatnya. Kali ini beliau masih harus disibukkan dengan junior yang Subhanallah, aktif sekali. Persis emaknya (piss..met ! hehe..).

Setelah menyantap semua hidangan, dan sholat maghrib. Acara kami teruskan dengan foto bareng memperlihatkan kenarsisan kami yang sekian lama tersembunyi. Setelah itu,kami bersalaman mengucap salam perpisahan dan berharap akan ada lagi pertemuan-pertemuan istimewa seperti ini . Aku sangat senang dengan terlaksananya acara tersebut. Terlepas dari nombok atau tidaknya diriku selaku koordinator , aku tahu kebersamaan ini mahal harganya, aku sudah berusaha menyambung tali yang penuh berkah itu , yaitu tali silaturahim, yang akan memanjangkan umur dan memurahkan rejeki kami. InsyaAllah,aamiin.

Saturday, September 12, 2009

Senyummu

Aku suka melihatmu tersenyum
Di sana ada gula-gula
Manis terasa
Disana ada cahaya
Terang kulihat
Aku suka melihatmu tersenyum
Renyah dan tidak mungkin ada duplikatnya
Pada bibir tersenyum itu
Tertulis kesucian fitrahmu


Aku suka melihatmu tersenyum
Senyum seperti balon udara
Yang melambungkanku menuju Tuhanku
Senyum seperti semburan kata-kata bijak pujangga
Yang mampu mengisi kekosongan jiwa-jiwa


Dan pada senyummu itu
kutitipkan surgaku


Buat: matahari2 ku yang selalu tersenyum

Thursday, September 10, 2009

Aku Hanya Butuh Dimengerti

Aku hanya butuh dimengerti
Kadangkala ada hal-hal yang mengganggu jiwa
Menyergapku dalam kekecewaan yang mendalam
Mencakar-cakar imanku yang masih tersisa
Meluluhlantakkan kepercayaan
Sehingga melahirkan kengerian sengeri-ngerinya
Hingga mampu menghamburkan bulir-bulir air mata
Berserakan di setiap sudut keterpanaan


Aku hanya butuh dimengerti
Kadang jiwaku tak seiring dengan ragaku
Saat ragaku mengatakan iya
Tapi pada saat yang bersamaan jiwaku berontak berkata tidak
Aku tak kuasa
Karena jiwa adalah ruh raga
Saat dia menderita..saat itu pula raga ku lelah tak terkira


Aku hanya butuh dimengerti
Untuk merenungi apa-apa yang sudah terjadi tadi
Dekap ketakutanku dalam pengertianmu
Karena saat ini aku tengah bermain dengan selemah-lemah imanku
Lalu..
Bagaimana denganmu cintaku ?
Sudahkah hatipun beku karena waktu dan ketidakpedulian itu
hingga bermain dengan selemah-lemah imanpun kau tak mampu


Adalah bencana
Bila hari ini kau menjawah iya..


Teriring cinta karena Nya

Keluarga formal-Tradisional-Sekuler (II)

Sibling Social Control

Pada tulisan sebelumnya, aku menggambarkan hubungan antara orangtua dan anak pada keluarga formal-tradisional-sekuler. Kali ini yang akan kusoroti adalah hubungan antar saudara kandung dalam keluarga bentukan semacam itu. Pada keluarga ini terjadi sentralisasi kontrol , dimana orang tua menjadi supervisor langsung untuk setiap anak-anaknya, yang tanpa sadar menanamkan pengertian pada anak-anaknya bahwa yang mempunyai hak untuk memberi nasihat dan teguran kepada mereka hanya orang tua. Sehingga terdapat keengganan dari tiap-tiap saudara kandung untuk saling mengingatkan antarmereka bila terjadi kesalahan.
Bagaimana mereka bisa menegur (seandainya mereka menganggap perbuatan saudara kandung nya tidak baik), sementara orang tua mereka sendiri tidak bermasalah dengan hal tersebut. Bagaimana mereka bisa memberi nasihat, sementara orang tua sendiri tidak pernah menasihati. Sesuatu yang sulit. Bukan tidak mungkin justeru akan terjadi clash antara orang tua dan anak yang berusaha memberi teguran pada saudaranya yang lain. Jadi tidaklah heran bila hubungan antarsaudara kandung pun terasa hilang ruhnya, berujung pada ketidakpedulian akan setiap maksiat dan kemungkaran yang dilakukan saudara kandung, padahal itu terjadi di depan mata.


Hal ini lah yang kadang membuatku tercenung. Sebuah ironi, mengapa justeru saat kita berada di tengah-tengah keluarga, saat itu pula kita berada pada titik selemah-lemah iman, dimana kita seperti tidak punya kekuatan mengubahnya dengan tangan dan mulut yang ada. Sementara berdakwah di luar, kita begitu pandainya mempermainkan retorika. Berapa banyak yang kita dengar para dai yang begitu disegani di luar, ternyata tidak mampu mengubah keluarganya sendiri. Pelajaran kembali kutarik dari hasil pengamatanku, bahwa sibling social control atau kontrol sosial dari saudara kandung sangatlah penting untuk menjaga agar anak-anak tetap berada dalam koridornya.


Aku pikir hal ini penting untuk diterapkan sejak dini. Kadang aku mengamini apa yang dilakukan oleh matahariku yang pertama : bila adiknya berbuat hal yang tidak baik, dia akan memberi pelajaran pada adiknya, walaupun hal tersebut akan menghasilkan deraian air mata pada sang adik. Sekali-sekali aku tidak pernah memarahinya, karena itu adalah kontrol sosial yang dilakukan sang kakak terhadap adiknya. Aku selalu berusaha mengingatkan dia untuk selalu memberi contoh yang baik bagi adiknya, dan meluruskan hal-hal salah yang dilakukan adiknya dengan cara yang baik. Aku berharap, semua anggota keluarga mempunyai kesadaran untuk saling menjaga dan bekerjasama berdasarkan kecintaan mereka kepada Allah, sehingga yang terbentuk adalah keluarga yang selalu penuh dengan kehangatan dan cinta.


Indah betul Alquran itu, di salah satu ayatnya kita diminta untuk menjaga anggota keluarga dari api neraka. Tentulah perintah ini ditujukan untuk masing-masing anggota keluarga. Karena pada hakikatnya keluarga bentukan ini adalah biduk dimana masing-masing awak harus menjaga keseimbangannya, hingga dapat terus berlayar menuju surga.

Keluarga Formal-Tradisional-Sekuler (I)


Parent –Children Relationship

Judul di atas barangkali terasa aneh, tapi banyak hal yang ingin kuungkapkan. Berawal dari pengalaman, pengamatan dan analisa yang kucoba tarik dari lingkungan sekitarku. Secara psikologis, sungguh aku merasa terganggu dan menjadi pikiranku di setiap waktu. Karena ketidakmampuanku mengubahnya. Dari beberapa pengamatan yang kulakukan pada beberapa bentukan keluarga, aku berkesimpulan bahwa pada umumnya keluarga-keluarga yang ada di Indonesia adalah keluarga ‘formal-tradisional-sekular’ dalam arti bahwa seorang ayah dan ibu akan membesarkan anak-anaknya ‘apa adanya’ sesuai dengan kaidah standard dan formal di mayarakat hingga mereka mencapai tahap ‘berhasil’ dari segi materi atau duniawi.

Sementara seperti apa perjalanan menuju keberhasilan yang dibanggakan itu sepertinya tidak begitu dihiraukan, agama pun hanya sebatas ritual yang tidak diejawantahkan dalam kehidupan sehari-hari dalam membesarkan anak-anaknya. Hasil lebih dilihat daripada proses. Inilah yang sering dilupakan keluarga Indonesia. Hal itu bisa kita lihat bila dua orang atau lebih ibu-ibu berkumpul atau bisa jadi bapak-bapak berkumpul membicarakan anak-anaknya, sudah sesuatu yang lumrah bila yang ditanyakan adalah seberapa jauh sudah kesukesan duniawi yang sudah anak mereka raih. Karena disitulah ‘status sosial’ keluarga bisa menempati rankingnya. Perkara apakah keberhasilan anak diimbangi dengan keberhasilan akhiratnya kelak bukan lah menjadi persoalan, selama anak tersebut tidak membuat ‘aib’ keluarga. Saat ini akan terdengar aneh rasanya bila ada dua ibu rumah tangga atau kepala keluarga bertemu saling menanyakan apakah anak-anak nya sudah mendirikan sholat atau berinfaq.


‘Aib’ yang dimaksud di sini adalah segala sesuatu yang sekiranya secara moral kemasyarakatan (baca: adat ketimuran), dapat mencoreng nama baik keluarga. Seperti contoh bila ada anak perempuannya pacaran, itu sudah dianggap sesuatu yang lumrah sekaligus dapat menjadi sesuatu yang dibanggakan karena merasa anaknya bisa mencari pasangan , daripada nanti-nanti menjadi perawan tua. Toh pacaran adalah sesuatu yang biasa sekali , selama anak tersebut tidak hamil di luar nikah. Perkara selama pacaran itu melakukan hal-hal yang dilarang agama tidaklah masalah, asal JANGAN HAMIL, karena secara sosial kemasyarakatan itu merupakan aib yang sangat-sangat memalukan. Padahal kehamilan itu sendiri hanya ekses dari pergaulan bebas, sementara esensi pergaulan bebas yang dilarang agama itu sendiri sama sekali kurang dihiraukan. Berdua-dua an berpacaran beserta seluruh aktivitas di dalamnya adalah salah satu hal yang sangat di larang dalam agama, akan tetapi diamini oleh orang tua. Aneh. Atau anak perempuan pulang hingga larut malam setiap harinya tidak lah masalah, selama anak tersebut mempunyai alasan mempunyai ‘kesibukan luar biasa’ dengan sekolahnya maka orang tua pun mempunyai permakluman yang tiada batas, padahal sebagai orang tua seharusnya memiliki aturan kedisiplinan dalam masalah waktu terhadap anak-anaknya, bahkan kebersamaan si anak dengan keluarganya yang sangat sedikit pun sudah dimaklumi, semua demi ‘kesuksesan’ anak nantinya.


Contoh lain, masalah sholat yang seharusnya menjadi ‘aib’ buat keluarga apabila tidak dijalankan oleh semua anggota di dalamnya, bukanlah menjadi perkara yang besar. Anak tidak sholat bukanlah menjadi beban derita, karena sholat tidak dapat dilihat lewat kacamata moral kemasyarakatan. Yang penting si anak dilihat ‘berhasil’ secara materi oleh orang lain itu sudah cukup membanggakan.



Hubungan yang terlihat antar anggota keluarga dalam keluarga semacam ini terasa formal cenderung kaku. Kehangatan antara orang tua dan anak, atau di antara anak-anaknya hilang ruhnya. Anak-anak hanya akan mendekat bila mereka butuh ‘materi’ dari orangtuanya atau sekedar formalitas belaka, bukan butuh ‘cinta’ hakiki orangtua yang akan mengantarkan ke surga lewat pagar-pagar agama yang dipancangkan di sepanjang langkah mereka atau mendekat kepada orang tua karena kecintaan yang mendalam pada mereka. Bagaimana mungkin cinta seperti itu dimiliki oleh orang tua yang memisahkan agama dengan kehidupannya? Sementara orang tua pun seperti tidak begitu peduli dengan apa-apa yang dilakukan oleh anaknya selama secara kasat mata mereka masih ‘baik-baik’ saja. Apatah lagi menanyakan, sudahkah kalian wahai ananda mendoakan ayah dan bunda hari ini supaya Allah sayang pada kami ? Sudahkah kalian doakan agar semua dosa kami terampuni ? Alangkah malangnya orang tua yang tidak mendapatkan doa anak-anaknya. Bukankah doa anak yang sholih dan sholihat adalah salah satu modal untuk mencapai surga ? Bentuk keluarga semacam ini secara sadar atau tidak akan diwarisi oleh anak-anaknya kelak, bukan tidak mungkin akan terulang kembali dan kembali, pada generasi berikutnya, hingga suatu saat ada yang memutuskan rantainya.


Oh..aku tidak bisa membayangkan, betapa sengsaranya kami nanti bila bukan anak-anak sholih dan sholihat yang kami punya pada akhirnya. Naudzubillahimindzaliik. Aku bertekad akan membesarkan anak-anakku dengan paradigma cinta. Aku ingin mereka tahu, apa-apa yang aku lakukan pada mereka semata-mata karena kecintaanku pada Allah. Demikian pula aku ingin mereka hormat pada kami orangtuanya karena cinta mereka kepada Allah jua, bukan semata karena formalitas yang dibangun lewat didikan tradisional yang kehilangan ruhnya.

Monday, September 07, 2009

Sensasi Roller Coaster

Pernah kah anda merasakan sensasi roller coaster ? Bagi yang sudah pernah menaiki benda tersebut pasti merasakan bagaimana rasanya dunia berputar dan jungkir balik. Sungguh mengasyikkan sekali, apalagi bila ditambah dengan teriakan-teriakan takut sekaligus senang. Itu yang kita rasakan kalau naik roller coaster. Tapi, kalau tiba-tiba dunia berputar dan jungkir balik pada saat kita tidak naik benda tersebut, kemudian ditambah mual yang berujung pada muntah, mungkinkah hal tersebut masih dirasa menyenangkan ? Sensasi seperti inilah yang akan kita rasakan saat vertigo menyerang. Vertigo sendiri secara istilah didefinisikan sebagai sensasi berputar (subjective vertigo) atau kita merasakan benda-benda di sekitar kita yang berputar (objective vertigo). Jadi di sini vertigo adalah sebuah gejala, bukan penyakit, sama halnya seperti demam. Dari sudut pandang manapun perputaran itu, tetap tidak ada yang lebih baik. Kadang aku sendiri tidak bisa membedakan kedua definisi itu. Pokoknya berputar. Vertigo biasanya terjadi sebagai reaksi dari adanya gangguan pada sistem vestibuler (keseimbangan) perifer atau pusat. Sistem vestibuler perifer contohnya pada struktur telinga dalam, sedangkan sistem vestibuler pusat contohnya adalah syaraf vestibuler, batang otak dan serebelum. Pada beberapa kasus, penyebab vertigo sendiri sering tidak diketahui.


Untuk vertigo karena gangguan vestibuler perifer, kasus paling banyak ditemui adalah BPPV (Benign Paroxysmal Positional Vertigo), dimana BPPV dapat terjadi saat debris yang terbentuk dari kalsium karbonat dan proten (otolith) bergerak di sekitar kanal semisirkularis. Saat kepala bergerak ke arah tertentu, kristal kalsium iatu akan bergerak dan memicu sensor telinga dalam, menyebabkan sensasi berputar. Sepertinya aku mengalami vertigo jenis ini. Tapi melihat beberapa penyebab BPPV antara lain degenerasi telinga dalam, trauma kepala, dan infeksi telinga dalam, rasanya tidak salah satu penyebab pun yang pernah jadi pemicu pada vertigo ku.


Aku adalah manusia yang tengah berusaha bersahabat dengan vertigo. Aku tidak tahu persis sejak kapan gejala ini muncul. Yang kuingat, dulu sewaktu aku masih kuliah, sepertinya aku tidak mengalami hal tersebut, buktinya aku mampu menaiki hampir semua wahana di Dufan, Ancol yang bisa membolak-balikkan isi perut tanpa berakhir dengan vertigo sama sekali !! Tapi mengapa sejak menjadi emak-emak ini aku menyerah bila harus memutar kepala terlalu cepat..tuing..tuing..hey..sepertinya aku merasakan tengah mengelilingi bumi heheh...Aneh nya sampai detik ini pun aku masih belum tergerak untuk memeriksakan diri. Dasar dokter ! Aku Cuma bisa tersenyum . Semoga ini bukan pertanda buruk. Aamiin.


Sunday, September 06, 2009

Dilema (Tanggapan Terhadap Tulisan Seorang Teman)

Dilema. Itulah rasa yang kutangkap dari tulisan seorang teman mengenai kegalauan hatinya dalam memilih antara sekolah lagi dan keluarga. Pilihan sulit, karena keduanya memberikan makna yang berbeda. Keinginan untuk meneruskan sekolah lagi adalah jawaban atas tekad untuk mengaktualisasikan diri lebih dalam lagi pada profesinya sebagai dokter, sementara memilih keluarga itu berarti dia tengah merepresentasikan diri sebagai tameng penyelamat sebuah generasi. Kalaupun keduanya berjalan beriringan pada akhirnya, akan ada kekhawatiran akan ketidakseimbangan dalam perjalanannya nanti.
"Keprofesionalan" sebagai seorang ibu yang sejatinya selalu ada di saat anak membutuhkan, akan berkurang kadarnya saat dibenturkan dengan kenyataan bahwa seluruh waktu akan banyak tersita pada rumah sakit tempat pendidikan itu berlangsung. Anak-anak mungkin akan mengalami masa 'vakum' kasih sayang secara fisik karena kesibukan-kesibukan tersebut. Hari libur yang seharusnya dipakai untuk berkumpul pun barangkali tinggal kenangan. Pertemuan secara fisik tidak dapat optimal dilakukan, karena saat kita pulang ke rumah yang ada hanyalah letih berkepanjangan. Waktu yang ada lebih nyaman untuk digunakan beristirahat daripada bercengkerama atau mendengarkan celoteh mereka. Hal ini tentu Menyakitkan, baik untuk anak-anak maupun kita sendiri. Adalah tidak lucu, saat kita berkutat dengan anak orang lain atau orang lain yang bermasalah, saat itu pula kita tidak hirau pada keluarga sendiriyang tengah bermasalah.

Di sisi lain bukan tidak mungkin "keprofesionalan" sebagai seorang dokter pun akan menurun karena terganggu oleh masalah keluarga. Saat kerja-kerja klnis membutuhkan kehadiran kita, tiba-tiba pada saat yang sama kita dihadapkan pada masalah keluarga. Sehingga mau tidak mau, konsentrasi kita pun akan terpecah yang berbuntut pada ke-tidakprofesionalan kita. Akan berbeda halnya bila pendidikan itu berakhir. Dilema yang dirasakan tidak sesulit saat sekolah, dimana saat sekolah itu kita ter-kooptasi oleh aturan dan waktu yang sangat mengikat. Kita semua tahu pasti bahwa setiap pilihan-pilihan itu mempunyai konsekuensi. Mempunyai resiko yang harus ditanggung suka atau tidak suka. Sekarang tinggal bagaimana kita menyikapinya. Tidak semua keluarga dapat menerima perubahan ritme kehidupan saat menjalani sekolah tersebut. Ada keluarga yang kuat sampai akhir, ada juga yang harus terseok-seok untuk sampai kepada ujung pengharapannya.

Ada baiknya sebelum sampai kepada salah satu keputusan, kita melakukan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity and Threat ). Hal-hal apa kiranya yang dapat mendukung semakin kuatnya tekad untuk sekolah dan kelemahan-kelemahan apa yang mungkin dapat menurunkan tekad tersebut. Lalu apakah ada kesempatan dan timing yang baik dalam melaksanakannya. Terakhir, perhatikan ancaman-ancaman yang sekiranya dapat mengganggu perjalanan pilihan hidup tersebut. Sudahkah kesiapan fisik, mental, material, dan spiritual kita persiapkan dengan baik ? Apakah orang-orang disekitar mendukung penuh kita dengan segala kekuatan dan pengorbanannya ? agar jangan sampai di tengah jalan semua kemudian disesali hanya karena pertimbangan yang setengah matang .


Selain logika SWOT di atas yang dipakai, 'logika' keimanan juga hendaknya kita tempatkan di atas segalanya. Kekuatan doa adalah salah satu modal dalam menentukan ke arah mana kita akan melangkah. Saat ini barangkali aku berada pada titik yang sama dengan temanku, hanya saja keadaan kami yang tidak begitu mirip. Aku tidak bisa memungkiri dilema itu. Bila logika SWOT tak mampu memberikan jawaban itu, maka hanya dan hanya pada Nya kuserahkan seluruh jawab itu. Aku hanya berdoa, pilihan apapun yang kuambil nantinya, semata-mata karena Allah lah yang telah menuliskan jalannya.

Fur: Indah di seberang sana.. wish u all the best :) *much loves for u, sis*

Kekuatan Doa

"Mi..doakan cikwo ya biar bisa mengerjakan ujian.” Kalimat tersebut diucapkan matahariku yang pertama saat akan menempuh ujian semester di kelas I SD beberapa waktu yang lalu.


“Iya..Nak, ummi berdoa terus buat cikwo, tapi tetap harus belajar juga walau didoakan.” Aku menjawab lembut sekaligus memberikan pengertian padanya, bahwa doa saja tidak cukup untuk menghasilkan sebuah kesuksesan, tetapi juga harus diimbangi dengan usaha dan kerja keras. Bila telah selesai ujian biasanya dia akan bertanya kepadaku, “Ummi tadi doain Cikwo ya ?? “ Aku menjawab iya, dan dia akan tersenyum karena merasa bahwa dia bisa mengerjakan soal-soal tadi berkat doaku. Di lain waktu di saat dia atau adik-adiknya sakit, aku selalu berbisik di telinga mereka pada waktu memberikan obat atau mengantarkan mereka tidur.


“Syafakillah..ya, Nak.” Doa yang kuucapkan mengandung permohonan agar Allah menyembuhkan sakitnya. Permintaan untuk didoakan saat sakit selalu diucapkan oleh matahariku yang pertama , untuk jenis sakit apapun. Begitupun bila aku tengah sakit, dia akan mendoakan untuk kesembuhanku. Kadang aku tersenyum mendengar permintaannya untuk didoakan pada hal-hal yang lain, seperti misalnya saat dia tengah bermain dengan pisau . Saat itu aku berusaha untuk melarangnya, tapi dengan santai dia membalas agar aku mendoakan supaya dia tidak terluka saat menggunakan pisau tersebut. Jawaban yang cukup diplomatis, dan membuatku mengubah larangan itu menjadi peringatan agar dia berhati-hati saat memakai pisau tersebut.

Semua kita pada umumnya tahu, bagaimana kekuatan doa mampu mengalahkan segalanya. Kekuatan doa dapat menembus ketidakniscayaan. Kekuatan doa dapat melahirkan kekuatan jiwa. Aku percaya itu. Banyak peristiwa hidup yang kulalui dengan gemilang berkat doa, yang berasal darimanapun juga, terutama doa orang tuaku. Berdoalah kepada Ku, dan akan aku kabulkan bagimu, demikian Allah telah bersabda dalam kitab sucinya tentang janji itu. Kalaupun saat ini doa itu tidak terkabul segera, aku selalu yakin suatu saat doa itu akan terjawab atau digantikan dengan sesuatu yang justeru lebih hebat dari doa itu sendiri. Doa adalah cermin keterbatasan kita sebagai hamba, dimana kita butuh kekuatan lain di luar kita yang mampu menjawab segala harap. Dengan sarana itulah aku merasa lebih dekat berteman dengan harap, takut dan cinta pada Nya.


Aku ingin semua matahariku gemar melakukan aktivitas ini, Allah tentu senang bila Dia dijadikan tempat meminta-minta. Membiasakan mereka untuk mengawali segala kegiatan dengan membaca Basmallah adalah salah satu hal yang kulakukan, karena di dalam nama Allah itu ada ribuan doa. Senyumku kembali mengembang bila mengingat doa dari matahariku yang pertama saat ulang tahun pernikahan kami, ummi dan abinya, yang ke-7 beberapa waktu lalu.


Ummi: “Nak, hari ini ummi dan abi ulang tahun pernikahan yang ke-7. Apa doa cikwo untuk ummi dan abi ?” (bertanya dengan harap-harap cemas)


Anak : (tersenyum, kemudian berbisik di telinga umminya)

Anak: “Doanya......, mmm...supaya ummi punya anak lagi.......” ( sambil tersenyum manis menatapku).


Ummi : “Hah..??? (gubraks)


Saat ini, aku hanya bisa merenung, seandainya memang doa putriku itu dikabulkan oleh Allah pada akhikrnya nanti, semoga hal itu menjadi suatu keberkahan buat kami semua sehingga dapat lebih dekat kepada Nya. Lirih, saat ini aku mengamini doa tersebut.


Buat : matahari-matahari ummi.. terimakasih untuk doa kalian buat ummi dan abi , Nak..


Saturday, September 05, 2009

Kegagalan, Menyakitkan ??

Kegagalan adalah sukses yang tertunda. Demikianlah semboyan yang sering kita dengar apabila kita tengah didera kegagalan. Semboyan ini ada tentu dalam rangka mempertahankan optimisme bahwa masih ada kesempatan untuk meraih kesuksesan kembali. Kali ini aku hendak mengejawantahkan semboyan tersebut dengan mengulang kembali peruntunganku untuk masuk Program Pendidikan Dokter Spesialis. Kegagalan dramatis sudah kualami pada penerimaan periode 6 bulan yang lalu. Kalau ditimbang memakai sudut kemanusiaan dan ke-aku-an ku, mungkin aku tidak akan pernah menerima takdir itu. Alhamdulillah, diri ini masih terus diberi petunjuk dan kesabaran, bahwa tentu ada hikmah lebih indah yang Allah lampirkan pada jejak hidup yang sudah kulalui.


Kemarin, aku begitu yakinnya akan diterima di bagian yang cukup diminati oleh banyak orang, Ilmu Kebidanan dan Kandungan, mengingat banyak hal yang dapat mendukungku menuju kesuksesan itu. Secara akademik nilai ku tidak mengecewakan, secara bahasa aku sedikit mempunyai keahlian dengan nilai TOEFL yang tidak memalukan, secara pendidikan lanjut , aku sudah mengantongi gelar master dari perguruan tinggi bergengsi di Australia, secara kedaerahan aku berasal dari luar jawa yang notabene biasanya mendapat prioritas lebih untuk dapat mengikuti pendidikan di PPDS FK UGM. Tapi , Subhanallah, betapa manusia mampu merencanakan dan berharap setinggi gunung, kiranya Allah lebih berkehendak dengan apa-apa yang kita mau, bahkan mungkin tidak sejalan dengan harapan itu. Pada akhirnya tetap ‘kegagalan’ yang kuraih. Yah, itulah rahasia yang tidak pernah kita tahu.


Beberapa minggu setelah tes dilakukan, sebuah suara yang menyebutkan berasal dari Bagian Obgin FK UGM mengabarkan bahwa aku mempunyai kans besar untuk diterima, dengan syarat aku harus mengikuti tes kesehatan lanjutan mengingat pada saat tes kesehatan sebelumnya , hasil EKG menunjukkan ada masalah pada jantungku. Saat itu, hatiku gembira bukan kepalang, karena perjuanganku tidak sia-sia adanya. Pemeriksaan kesehatan lanjutan bukan sesuatu yang berat untuk kulakukan, toh selama ini secara klinis aku tidak bermasalah dengan jantungku. Optimisme sudah sudah kubangun sejak awal. Kumulai dengan tes echokardiografi, hasilnya normal. Ini berarti satu masalah sudah terlewati. Tes kemudian kulanjutkan dengan treadmill untuk menguji kinerja jantungku. Alhamdulillah, pada tes terakhir ini Allah menunjukkan jalan, bahwa ambisi ku harus terhenti sampai disitu, karena ditenggarai hasilnya positif iskemik respon pada jantungku. Itu artinya secara fisik aku dinyatakan tidak mampu mengikuti pendidikan tersebut, mengingat bagian tersebut membutuhkan orang-orang yang kuat dan sehat secara fisik. Hal tersebut langsung dilontarkan oleh salah seorang staf di bagian tersebut. Kecewa? Sudah pasti. Saat itu aku merasa jatuh, seperti ada yang menderu-deru di dalam dada. Adakah sama rasanya kegagalan karena sesuatu yang tidak dapat kita ubah dengan sesuatu yang masih bisa kita usahakan?? Aku menangis, berusaha untuk menekuri kembali semua perjalanan yang sudah kulalui.


Apakah ini bentuk jawaban atas keegosianku selama ini ?? Allah tengah mengingatkanku, bahwa ada hal lain yang seharusnya menjadi perhatianku selain meneruskan sekolah kembali. Bukankah aku sudah cukup ‘menderita’ berpisah dengan orang-orang yang kucintai saat sekolah kemarin ? lalu dalam waktu yang masih dalam bilangan bulan, apakah aku harus mengebiri lagi waktu kebersamaan dengan mereka karena aktifitas sekolah ? Ah, egoisnya aku. Membaca hati dua matahariku pun aku masih terbata, ditambah lagi harus meninggalkan bayi mungilku yang masih banyak butuh usapan dan asupan ibundanya, seandainya aku diterima nanti. Aku kembali meyakini bahwa kegagalan ini adalah bentuk kasih sayang Allah yang tak berbatas untukku. Kalaupun kali ini aku mencoba kembali untuk masuk PPDS dengan memilih bagian yang secara fisik tidak berat disana, ini semua semata bentuk penyempurnaan ikhtiarku sebagai dokter yang ingin menerapkan kemampuan klnisnya lebih fokus pada salah satu bagian. Pertimbangan keluarga menjadi salah satu agendaku menetapkan hati pada jurusan PPDS yang tidak menyita banyak waktuku. Apapun hasilnya ke depan, semoga tidak kembali membersitkan kecewa yang mendalam.


Memang seharusnya kacamata keimanan lah yang sejatinya kupasang. Adakah yang lebih indah daripada menikamkan pasrah pada jantung keberdayaan kita sebagai manusia biasa?? Ya Allah, ajari aku terus ilmu ikhlas dan sabar itu.


Teriring seluruh doa untuk orang-orang tercinta: terimakasih untuk permakluman itu



Wednesday, September 02, 2009

Pesan pada Gempa Tasikmalaya


“Eh, kok kayanya gempa nih ?” Aku bergumam kecil saat tengah asyik berkutat dengan blog ini siang tadi. Aku langsung beranjak keluar berseru kepada suamiku.

“Mas, ada gempa ya ??” tanyaku sedikit panik .


“Nggak tahu...” Suami ku yang tengah membawa putra ketiga kami menjawab ringan. Lalu berdua kami keluar untuk melihat apakah ada tanda-tanda pergerakan gempa di luar. Suamiku masih menyangkal dan mengatakan tidak. Aku berpikir apakah ini disebabkan karena aku terlalu lapar sehingga merasa bumi bergoyang ??


“ Coba lihat aja di TV, pasti ada tu berita gempa.” AKu berkata dengan yakinnya, sambil berlalu kembali ke dalam kamar melanjutkan pekerjaanku yang tertunda.Tak berapa lama kemudian.







“Mi...lihat di TV nih, ada berita gempa.” Suamiku tiba-tiba berseru dari luar. Deg. Hatiku agak berdegup, ternyata yang kurasakan tadi benar adanya. Aku pun berlari keluar. Di salah satu stasiun TV swasta terpampang pengumuman bahwa telah terjadi gempa bumi dengan pusat di sekitar Tasikmalaya , Jawa Barat dengan kekuatan 7,3 scala richter yang berpotensi tsunami. Innalillahi wa innailaihi rajiiun. Hingga blog ini kutulis, telah diberitakan jumlah korban yang berjatuhan dan kerusakan yang diderita oleh saudara-saudara kita di sana.


Tepat di bulan yang penuh berkah ini, cobaan lain datang di negeri ini. Pertanda apakah ini? Pesan apa yang hendak disampaikan alam kepada kita ? Benarkah Allah tengah murka ? Aku tergugu. Yang aku tahu, Allah selalu sayang pada kita dengan CARA-NYA. Sesuatu yang jauh di luar perkiraan manusia, tetapi hanya dapat dirasakan oleh keimanan kita semata. Di bulan ini, Allah tidak saja menguji dengan ketangguhan kita melawan hawa nafsu semata, tetapi juga ketangguhan kita menerima musibah yang Allah turunkan tanpa kita duga. Subhanallah, ujian maha berat bagi umumnya kita, tapi sekali lagi aku yakin di sana ada hikmah besar yang Allah turunkan. Apabila kedua ujian itu kita lulus, lalu mendapat predikat memuaskan karena kesabaran tak berbatas yang kita punya , maka alangkah tingginya balasan penghargaan yang kita peroleh dari Nya. Kembali aku yakin, hanya orang-orang pilihanlah yang mampu menanggung semua ini. Aku hanya mampu bercermin dari semua musibah yang ada. Seandainya itu menimpaku, maka ya Allah beri aku kemampuan untuk dapat menanggungnya. Jangan pernah biarkan aku berburuk sangka terhadap apapun ketentuanmu. Jadikanlah aku manusia pilihan itu.


Kepada saudara-saudaraku di sana, saat ini, kami ikut merasakan apa yang kalian rasakan. Kedukaan kalian juga adalah kedukaan kami. Dari jauh kami hanya punya doa yang menyertai agar semua kesulitan itu dijadikan Nya mudah . Bersabarlah, sesungguhnya Allah itu dekat.





Different Pray for Different People

This is the 10th of Ramadhan. It means that one third of the blessing journey has been passed already. It seems the time has gone by so fast. I just don’t want to look back with the heart filled of regret just because of my ignoraofnce to this month. I am trying to contemplate and to analyse all the things I’ve done in the past. For the next 20 days, I hope the conclusion of such activities can be implied properly. I think I should have a strong commitment to make this Ramadhan better than before. Some targets to be accomplished are beautifully drawn in my mind. One of my personal achievements is doing something unique which I’d planned long time before this month come. I want to make a different pray for different people by focusing on one name in every single day of Ramadhan, as we know that our pray in this special month will not refused.


I already have several names to whom the pray would be addressed, starting from my husband, my first daughter, my second one, my third son, my mother, my father, my little brother, my father in law, my mother in law and my friend who is studying to be a specialist. I’m asking to Allah for their happiness, health, good ending of life, success, guidance, forgiveness, and many more. Indeed, now, I still have 20 days left. It means I have to mention names such numbers. Unfortunately, there is a question still remains. I don’t have any idea whose other names will be included in the list?? Are there any requests for the names being attached in my next pray??

Kusemat cinta berbalut doa di kedalaman samudera hati orang - orang terkasih.......