Thursday, September 29, 2011

Semangat Silaturahim

Masih dalam cerita cuti melahirkan 3 bulan kemarin banyak hal yang kualami. Hal ter’gila’ yang aku lakukan adalah mengajak si bungsu pulang kampung saat Idul Fitri kemarin dalam usianya yang baru 30 hari. Jarak Yogya-Belitang, sebuah kecamatan nun jauh di Sumatera Selatan, bukanlah dekat .

Dengan mengendarai mobil pribadi, ribuan kilo kami tempuh melewati pesisir jawa, selat sunda, hingga menyisir hutan sumatera. Bukan pula perjalanan yang mudah karena sepanjang jalan dengan membawa semua anak adalah perjalanan berurai air mata dimana setiap anak pasti akan menangis karena hal apapun, tak terkecuali ibunya yang gemas dengan tingkah mereka :). Belum lagi yang menyedihkan adalah si no-3 yang baru pertama kali di ajak keluar jauh dari habitatnya selama ini. Rasa ‘ketakutan’ dengan suasana baru ditambah lagi kecemburuan dengan si adik baru tumpah ruah dengan kemanjaan dan kekeraskepalaannya selama di perjalanan. Sejenak hal ini membuatku nanar. Perjalanan pulang kali ini yang ditemani oleh kedua orang tuaku menjadi tidak asyik. Mestinya semua menikmati dengan suka cita, tapi dalam hati aku yakin semua akan dimudahkan Allah karena semangat silaturahim lah yang kucoba bawa di niat perjalanan kali ini.

Selama seminggu pertama di kampung adalah cobaan berat bagiku karena si tampan ku tak hendak pergi dari sisi ditemani dengan tangisnya yang menyesak dada. Semuanya mau ummi...!! Jadilah diriku ibu seperti adegan di sinetron saat take gambar menggendong bayi sementara ada anak laki-laki yang kecil memegang ujung baju si ibu kemanapun pergi sambil menangis..what a life.. Mmhnff.... !! Alhamdulillah tak lama kemudian sang abi datang dari Pekanbaru dan dengan semangat cinta menemani hari-hari lelaki kecil kami yang sudah rindu dengan sang ayah.

Setelah seminggu di Belitang, perjalanan lanjut ke Ranau, tanah kelahiran mama di salah satu pojok Lampung Barat. Dengan semangat silaturahim juga kami rela naik kapal motor kecil terombang ambing menyeberangi danau indah permai untuk berkunjung ke tempat saudara di kaki gunung Seminung dan si kecil pun harus rela saat telinganya yang baru 40 hari lebih terpapar kerasnya suara mesin kapal motor yang meraung-raung di depan kendali. Kembali doaku dalam diam memohon Allah menjaga telinganya demi semangat silaturahim yang kami bawa.

Setelah kurang lebih 3 minggu menghabiskan waktu di Belitang, waktunya untuk kembali ke Yogya. Kali ini perjalanan udara yang kami tempuh dengan hanya membawa si kecil, sementara 3 anak yang lain naik mobil diantar oleh orang tuaku, yang baru 3 minggu sebelumnya menjemput kami dari Yogya. Papa yang usianya sudah kepala 6 berjuang menyetir mobil demi mengantar cucu-cucunya pulang ke Yogya, sementara mama yang usianya pun tidak terpaut jauh harus ikut untuk menjaga cucu-cucunya selama perjalanan. Alhamdulillah semua dimudahkan tanpa halangan berarti Allah beri kesehatan kepada Beliau berdua hingga kembali ke Belitang lagi.

Waktu 4 jam di dalam travel yang sesak dan tidak nyaman menuju ke bandara bukanlah waktu yang singkat. Kami mencoba bertahan dengan keadaan itu, sambil sesekali menenangkan si kecil yang sering terbangun karena ketidaknyamanan tersebut. Doaku lagi supaya Allah jaga si kecil dari pengaruh buruk keadaan sekitar demi semangat silaturahim. Di atas pesawat doa yang sama kupinta, semoga tekanan di pesawat tidak berpengaruh pada telinganya.

Allah.. banyak sekali hal yang dapat membuat buah hati ku dan orang tuaku jatuh sakit bila kuingat betapa perjalanan ini tidak ringan. Subhanallah..maka pertolongan siapakah yang kita minta di saat seperti itu? Penjagaan siapakah yang paling baik dari segala macam hal buruk yang mungkin menimpa kami saat itu? Alhamdulillah hingga detik kembali ke Yogya tidak satupun anakku yang sakit atau terjadi hal yang mengkhawatirkan, hanya flu ringan yang mengenai keempatnya. Inilah hasil pulang kampung dengan semangat silaturahim itu.

Pesan moral : Silaturahim akan memanjangkan umur dan memurahkan rezeki (al-hadits)

Srowolan, end of September, 2011









Episode Baru

Menjelang berakhirnya cuti yang kunikmati selama hampir 3 bulan ini dan kembali kepada kehidupan di dalam belantara pencarian ilmu, aku sempatkan menulis sepenggal episode rasa hati saat ini, sembari memangku si tampan ke-3 ku tulisan ini kubuat.

Shofiyah Hafidhotul Mumtazah, si elok yang lahir dari rahim ibunda pada tanggal 20 Juli 2011 melalui sectio caesaria yang ke-4 -Alhamdulillah tanpa kendala berarti- , memberikan spirit cinta yang baru di aliran darah ibunda dan ayahanda. Menambah semangat kami untuk terus berkarya. Shofiyah, nama itu kami ambil dari nama salah seorang isteri Rasulullah yang berbudi, yang diharapkan dapat menjaga (hafidhotul) syahadah (syahidatul), keikhlasan (kholishotul), dan kekasih hatinya (syauqi) dengan penjagaan terbaik (mumtazah) yang dia punya hingga kelak menemui Sang Pemilik, aamiin.

Berbekal iman lah kehidupan ini akan kembali kujelang, perjuangan tanpa henti bersama empat anak dengan suami nun jauh di sana. Cengeng? Ah tidak juga. Toh semua pasti berlalu, karena pada dasarnya waktu melaju. Hanya bagaimana kualitas hari-hari yang dilalui itulah yang mesti dimaknai lebih baik lagi. Kunikmati hari-hari ini, membaui nafas dan aroma tubuh mereka saat ini, mendengar tangis mereka setiap saat saling bergantian dan bersahut-sahutan dan kadang mengesalkan namun mungkin suatu waktu di hari yang akan datang akan begitu kurindukan. Adalah sebuah pengorbanan saat moment-moment emas di kehidupan mereka berlalu begitu saja dalam lembaran hidup ayahanda. Sebuah keterasingan yang akan dirasa oleh si bungsu kami nanti. Disesali? Ah tidak juga. Bila masih diberi Allah waktu, hutang itu harus terbayar pada saat ada perjumpaan. Berkumpul kembali dalam keadaan normal itu harapan kami. Semua tergantung diriku –dalam sudut pandang manusia-, seberapa cepat selesai selama itulah waktu perpisahan. Menantang bukan?

Tidak semua nasib manusia sama suka dan dukanya. Banyak komentar ketakjuban kudengar dari kiri dan kanan melihat 4 anak dalam genggaman. Ah kupikir itu biasa saja, Allah pasti tahu seberapa besar kemampuan hamba Nya. Menjalani dengan lapang dada, walau emosi kadang meletup dengan tingkah kanak-kanak mereka. Ampuni hamba untuk ketidaksabaran ini, Rabbi. Aku harus banyak belajar menjadi ibu karena aku yakin bila menjadi ibu adalah sekolah berijazah, maka sudah terlalu banyak angka merah aku toreh di rapor tiap semesternya. Melatih si besar untuk lebih disiplin dan bertanggungjawab terhadap adik-adiknya, melatih si kecil untuk menyayangi kakak-kakaknya adalah pekerjaan harian yang rutin kulakukan. Apakah berpikir bagaimana menghidupi mereka kelak mengusik ku? Ah tidak juga. Aku yakin rezeki Allah berlimpah di langit dan di bumi, porsi untuk mereka juga sudah tersedia tinggal bagaimana menggapainya lewat doa dan usaha. Aku percaya rezeki itu tidak bisa diduga dalam hitungan kertas manusia. Bila dengan akal aku berhitung pendapatan dan pengeluaran nanti saat biaya begitu banyak mereka butuhkan, aku akan merasa miskin dan kekurangan. Tapi siapa yang bisa menyangkal rezeki lain di luar akal manusia? Sebelum si bungsu lahir sudah begitu banyak rezeki yang tak terduga datangnya menghampiri kami. Lalu nikmat Allah mana yang bisa kami dustakan?

Time is irreversible and unpredictable, yet enjoyable
So.....enjoy your life as if u have a long age and true heaven inside...

Pelajaran moral dari tulisan ini : jangan takut untuk punya banyak anak, insyaAllah semua akan dimudahkan


Srowolan, akhir September 2011

Wednesday, February 16, 2011

Andai...

Hari ini dirinya kembali berlalu, setelah kurang lebih 5 hari menggenapkan euforiaku atas nama cinta yang terus kami timbun dalam kesadaran semesta. Selalu, perpisahan itu meninggalkan jejak sunyi yang luar biasa menyengat. Menyisakan harap yang senantiasa tumbuh untuk sebuah perjumpaan pada episode berikutnya.

Hari-hari terasa cepat berlalu memaksa kami untuk terjaga bahwasanya setiap perjumpaan akan ada akhir, kebersamaan itu fana bila kita membacanya dalam bahasa materi yang kasat mata. Menarik balik tali masa, ah betapa tidak berdayanya hamba. Semua tidak akan terulang dalam cerita duka dan bahagia yang sama, walau rasanya masih tetap terulang sepanjang masa.

Cinta, bila diri masih diberi izin untuk membersamaimu hingga senja, aku ingin menjadi teman bicara yang menyenangkan di sisimu saat menikmati secangkir teh hangat pada suatu masa nanti, menjadi teman berbagi cerita saat hari beranjak menua dalam dekapan bintang gemintang di angkasa. Menjadi pendengar setia setiap huruf yang kau eja dengan mata cinta.
Menjadi teman terbaikmu di setiap waktu.Mendekapi lelahnya jiwamu dengan sepenuh hatiku dan bersama menyaksikan buah hati kita bertumbuh melahirkan penerusmu. Kita akan menikmati senja itu sembari menyelami jiwa, mencari celah hati yang sekiranya butuh sedikit reparasi agar dapat merasakan bahwasanya kasih sayang itu tetap tergenggam kuat hingga kelak berjumpa kembali di akhirat.

Tapi sayang, kita tidak tahu seperti apa masa depan. Merancang dan menapaki jalan itu saja yang bisa kita lakukan. Entah, apakah rasa itu akan tetap sama setelah sekian lama, akankah impian itu terwujud pada masanya, rahasia itu semata ada pada Nya. Takdir. Biarlah itu yang akan membawa kita pada cerita akhir. Doa itu tetap sama Cinta, semoga Allah senantiasa mengekalkan rasa itu untuk kita.

Baik-baik di jalan yaa Mas…semoga Allah selalu menuntun langkah kita selalu menuju Nya. Aamiin..
Never bored to say this, I love you so much..more than words can say..:x


Sudut Poli, February 16th, 2011

Saturday, January 22, 2011

Muhammad: Lelaki penggenggam hujan

Muhammad …aku rindu padamu. Kelu. Rasa yang menggerus-gerus hatiku saat larut pada Muhammad: lelaki penggenggam hujan, setebal beratus halaman. Karya unik yang membahasakan biografi laki-laki agung sepanjang masa itu dengan novel tentang seorang pencari kebenaran: Kashva dari Persia.

Sekilas, bila tidak mampu mencari pemisah yang nyata, maka orang akan beranggapan ada pencampuradukan fakta dengan fiksi. Tapi tunggu dulu, sejak awal di sampul buku yang tertera adalah Novel Biografi, yang artinya kita akan berhadapan dengan sebuah realita sejarah yang dibungkus atau dibumbu dengan fiksi semata. Buku ini haruslah ditulis dengan kehati-hatian tingkat tinggi mengingat penulis sendiri tidak memiliki latar belakang keagamaan yang kuat, namun insyaAllah tetap ‘tertuntun’. Wanta-wanti ibu penulis untuk ekses yang ditimbulkan dari buku ini sudah dikupas di awal oleh si penulis. Jawaban si penulis cukup diplomatis“Ibu, jika kelak ada orang yang salah paham dengan terbitnya buku ini, aku yakin itu terjadi karena mereka mencintai Kanjeng Rasul. Dan, percayalah Ibu, aku menulis buku ini disebabkan alasan yang sama.”

Sudah jelas batas antara nyata dan tidak nyata. Setiap bab akan banyak bercerita. Mari kita tinggalkan sejenak kontroversi sedikit itu. Kembali pada esensi yang hendak dibawa. Buku ini ditulis dengan cinta. Aku bisa merasakan karena air mata yang menghentak-hentak ruang rindu dapat terleleh karenanya. Aku membaca buku itu dengan hati. Bila ada kekurangan sana-sini biarlah ‘dosa’ itu ditanggung penulis. Cukuplah si penulis berpahala dengan bertambahnya kecintaan para pembaca terhadap nabinya setelah membaca buku tersebut. Sejarah badar, uhud, lika-liku kehidupan dan keseharian Sang Nabi bersama dengan keluarga dan sahabat-sahabat mulianya hingga romansa yang dilalui laki-laki agung itu dipaparkan dengan cukup berbeda. Mengalir. Tidak menggurui. Tidak formal. Tapi tetap santun dan agung. Buku-buku siroh lain pernah kubaca sebelumnya, tapi entah mengapa menurutku buku-buku itu kurang berkesan kecuali aku harus mampu belajar secara formal dari buku-buku siroh tersebut untuk menambah pengetahuan. Yah kupikir masing-masing buku tetap ingin memberikan hasil yang sama pada tiap pembacanya walau dengan cara papar yang beda. Penilaian itu kembali kita serahkan kepada para pembaca.

Lebih jauh, buku ini memberikan kesimpulan bahwa kehadiran lelaki agung itu sudah menjadi nubuwat di tiap agama besar dunia jauh sebelum lelaki itu dilahirkan. Sudut pandang seorang Parsi bernama Kashva yang diberangus kebebasan dan raganya oleh penguasa tapi tidak dengan pemikirannya atas kebenaran, diceritakan pada bab-bab yang berbeda. Romantisme yang tidak kesampaian menjadi bumbu cerita yang menemani perjalanan religius seorang Kashva menembus hutan belantara dan iklim yang menggila demi sebuah kebenaran yang dibawa sang lelaki penggenggam hujan.

Agama baru yang dibawa lelaki agung itu pun merupakan rahmat bagi semeseta alam. Sayang, tidak semua orang dapat merasakan keindahannya karena hidayah itu tidak dijelang. Bila anda ingin melihat gaya bahasa novel tanpa mengubah esensi sebuah siroh yang akan membedakan dengan buku-buku siroh lain, monggo silahkan dibaca buku ini…komentar anda di nanti…

Poli, 21 Januari 2011










Wednesday, January 19, 2011

Menantimu pada suatu masa

Tuntas sudah bacaan Sang Pencerah ku hari itu. Setelah seharian keadaan memaksaku untuk tirah baring, yang kutanggapi dengan setengah hati karena masih berat rasanya meninggalkan tugas-tugas yang ada, tapi tak urung jua kujalani dengan sepenuh hati. Apalagi yang dapat membunuh sepi selain berkelana menembus batas lewat lembaran paperback setebal ratusan halaman ini? Akan aku ceritakan isi buku itu lain waktu. Saat ini aku ingin melakukan monolog dalam diam pada sebentuk makhluk yang kunamai Cinta.

Well, anakku cinta di dalam rahim dan kasih sayang ummi…, jangan nakal di dalam yaaa….kita istirahat hari ini untuk energi lebih banyak esok hari. Bersama-sama kita lalui sesulit apapun keadaannya, insyaAllah ummi yakin semua dapat kita jalani. Ummi tidak akan banyak mengeluh bila ekskresi hormon berlebih disebabkan dirimu sedang bertumbuh di ruang cinta ummi menyebabkan ummi mual dan gampang lelah.

Pada awalnya ummi pasrah melihat bercak dan aliran darah siang itu. Bila Allah berkehendak tentu engkau akan hadir di antara kami Cinta apapun yang terjadi, tapi bila Allah berkehendak lain, kekuatan apa yang bisa menahannya ?? Lalu semangat itu hilang saat membayangkan semua akan sia-sia setelah harap demikian kuat tertambat …tapi betapa tak terbendung rasa bahagia ummi saat melihat gambar dirimu di usg di siang keesokan harinya, Nak. Ummi harus kuat.., lihatlah dirimupun terlihat sehat dan kuat menjalani takdir itu. Artinya ummi harus lebih baik menjagamu hingga sampai hari kemarin dan cukup sehari itu saja kita berbaring seharian menikmati waktu demi dirimu ada, Nak.

Usia menjelang 33, anak ummi insyaAllah berjumlah 4 orang. Kebahagiaan yang tidak semua orang dapat merasakannya dan tidak semua orang dapat merasa bahagia karenanya. Walaupun abi tidak dapat mengikuti perkembanganmu setiap waktu karena jarak yang tidak memungkinkan, ummi yakin cinta Beliau padamu tetap besar, Nak. Ummi juga berusaha tetap tegar tanpa ada abi di sisi, karena ummi percaya Allah sebaik-baik penjaga kita. InsyaAllah, doa dan semangat yang abi salurkan lewat hari-hari mengalir menjadi tambahan energi untuk kita, Sayang. Pernah terbersit rasa tidak rela saat menjalani semua sendiri dan ummi merasa sepertinya abi hanya memetik buah dari ‘kesengsaraan’ yang ummi jalani, karena setiap ummi mengandung pada umumnya selalu dalam kondisi sendiri tanpa dibersamai oleh orang yang seharusnya ikut bertanggungjawab atas kejadian ini, tapi ummi tepis rasa itu, ummi harus belajar ikhlas menjalani semua. Ini takdir bahagia bukan sengsara. Ummi hanya butuh belajar lebih banyak ilmu ikhlas dan ilmu sabar, dimana kurikulumnya tidak akan pernah habis selama hidup untuk dipelajari. Ajari ummi selalu, Cinta...

Lihatlah Cinta, semua akan menyambutmu dengan suka cita. Ada cikwo Ais, kakak tertuamu yang begitu lincah, agak emosional, tapi di suatu masa dapat begitu emas hatinya. Ada cikngah Hafshoh, kakakmu nomor dua yang begitu sensitif perasaannya terhadap apapun juga, tapi juga penyayang. Ada atin Syauqi yang nanti lebih banyak menemanimu karena usia yang terpaut tidak begitu jauh, yang suara tangisnya sering memecah sunyi, tapi kelucuannya selalu menyegarkan hari-hari. Ada ummi dan abi yang akan selalu menjaga dan merawatmu dengan cinta. Ada among-yayi, yangti-yangkung, om-tante, semuanya akan menyambutmu dengan suka cita.

Jangan ragu untuk hadir di sini bersama kami, Cinta. Sungguh, hadirmu adalah berkah yang dipersembahkan bagi masa...




Thursday, January 06, 2011

Ehmm..Rindu

Aku sedang rindu..

Mengaduk-aduk pusara hatiku

Aku rindu..

Setelah sekian lama bersama

Rasa itupun tetap sama

Aku sedang rindu…

Merasakan dekap hangat itu

Menembus seluruh kesadaranku

Dia..

Padanya rindu itu kutambatkan

Laki-laki cintaku

Sepanjang zaman..


Poli, Awal Januari 2011

Kusemat cinta berbalut doa di kedalaman samudera hati orang - orang terkasih.......