Muhammad …aku rindu padamu. Kelu. Rasa yang menggerus-gerus hatiku saat larut pada Muhammad: lelaki penggenggam hujan, setebal beratus halaman. Karya unik yang membahasakan biografi laki-laki agung sepanjang masa itu dengan novel tentang seorang pencari kebenaran: Kashva dari Persia.
Sekilas, bila tidak mampu mencari pemisah yang nyata, maka orang akan beranggapan ada pencampuradukan fakta dengan fiksi. Tapi tunggu dulu, sejak awal di sampul buku yang tertera adalah Novel Biografi, yang artinya kita akan berhadapan dengan sebuah realita sejarah yang dibungkus atau dibumbu dengan fiksi semata. Buku ini haruslah ditulis dengan kehati-hatian tingkat tinggi mengingat penulis sendiri tidak memiliki latar belakang keagamaan yang kuat, namun insyaAllah tetap ‘tertuntun’. Wanta-wanti ibu penulis untuk ekses yang ditimbulkan dari buku ini sudah dikupas di awal oleh si penulis. Jawaban si penulis cukup diplomatis“Ibu, jika kelak ada orang yang salah paham dengan terbitnya buku ini, aku yakin itu terjadi karena mereka mencintai Kanjeng Rasul. Dan, percayalah Ibu, aku menulis buku ini disebabkan alasan yang sama.”
Sudah jelas batas antara nyata dan tidak nyata. Setiap bab akan banyak bercerita. Mari kita tinggalkan sejenak kontroversi sedikit itu. Kembali pada esensi yang hendak dibawa. Buku ini ditulis dengan cinta. Aku bisa merasakan karena air mata yang menghentak-hentak ruang rindu dapat terleleh karenanya. Aku membaca buku itu dengan hati. Bila ada kekurangan sana-sini biarlah ‘dosa’ itu ditanggung penulis. Cukuplah si penulis berpahala dengan bertambahnya kecintaan para pembaca terhadap nabinya setelah membaca buku tersebut. Sejarah badar, uhud, lika-liku kehidupan dan keseharian Sang Nabi bersama dengan keluarga dan sahabat-sahabat mulianya hingga romansa yang dilalui laki-laki agung itu dipaparkan dengan cukup berbeda. Mengalir. Tidak menggurui. Tidak formal. Tapi tetap santun dan agung. Buku-buku siroh lain pernah kubaca sebelumnya, tapi entah mengapa menurutku buku-buku itu kurang berkesan kecuali aku harus mampu belajar secara formal dari buku-buku siroh tersebut untuk menambah pengetahuan. Yah kupikir masing-masing buku tetap ingin memberikan hasil yang sama pada tiap pembacanya walau dengan cara papar yang beda. Penilaian itu kembali kita serahkan kepada para pembaca.
Lebih jauh, buku ini memberikan kesimpulan bahwa kehadiran lelaki agung itu sudah menjadi nubuwat di tiap agama besar dunia jauh sebelum lelaki itu dilahirkan. Sudut pandang seorang Parsi bernama Kashva yang diberangus kebebasan dan raganya oleh penguasa tapi tidak dengan pemikirannya atas kebenaran, diceritakan pada bab-bab yang berbeda. Romantisme yang tidak kesampaian menjadi bumbu cerita yang menemani perjalanan religius seorang Kashva menembus hutan belantara dan iklim yang menggila demi sebuah kebenaran yang dibawa sang lelaki penggenggam hujan.
Agama baru yang dibawa lelaki agung itu pun merupakan rahmat bagi semeseta alam. Sayang, tidak semua orang dapat merasakan keindahannya karena hidayah itu tidak dijelang. Bila anda ingin melihat gaya bahasa novel tanpa mengubah esensi sebuah siroh yang akan membedakan dengan buku-buku siroh lain, monggo silahkan dibaca buku ini…komentar anda di nanti…
Poli, 21 Januari 2011
No comments:
Post a Comment