Saturday, September 05, 2009

Kegagalan, Menyakitkan ??

Kegagalan adalah sukses yang tertunda. Demikianlah semboyan yang sering kita dengar apabila kita tengah didera kegagalan. Semboyan ini ada tentu dalam rangka mempertahankan optimisme bahwa masih ada kesempatan untuk meraih kesuksesan kembali. Kali ini aku hendak mengejawantahkan semboyan tersebut dengan mengulang kembali peruntunganku untuk masuk Program Pendidikan Dokter Spesialis. Kegagalan dramatis sudah kualami pada penerimaan periode 6 bulan yang lalu. Kalau ditimbang memakai sudut kemanusiaan dan ke-aku-an ku, mungkin aku tidak akan pernah menerima takdir itu. Alhamdulillah, diri ini masih terus diberi petunjuk dan kesabaran, bahwa tentu ada hikmah lebih indah yang Allah lampirkan pada jejak hidup yang sudah kulalui.


Kemarin, aku begitu yakinnya akan diterima di bagian yang cukup diminati oleh banyak orang, Ilmu Kebidanan dan Kandungan, mengingat banyak hal yang dapat mendukungku menuju kesuksesan itu. Secara akademik nilai ku tidak mengecewakan, secara bahasa aku sedikit mempunyai keahlian dengan nilai TOEFL yang tidak memalukan, secara pendidikan lanjut , aku sudah mengantongi gelar master dari perguruan tinggi bergengsi di Australia, secara kedaerahan aku berasal dari luar jawa yang notabene biasanya mendapat prioritas lebih untuk dapat mengikuti pendidikan di PPDS FK UGM. Tapi , Subhanallah, betapa manusia mampu merencanakan dan berharap setinggi gunung, kiranya Allah lebih berkehendak dengan apa-apa yang kita mau, bahkan mungkin tidak sejalan dengan harapan itu. Pada akhirnya tetap ‘kegagalan’ yang kuraih. Yah, itulah rahasia yang tidak pernah kita tahu.


Beberapa minggu setelah tes dilakukan, sebuah suara yang menyebutkan berasal dari Bagian Obgin FK UGM mengabarkan bahwa aku mempunyai kans besar untuk diterima, dengan syarat aku harus mengikuti tes kesehatan lanjutan mengingat pada saat tes kesehatan sebelumnya , hasil EKG menunjukkan ada masalah pada jantungku. Saat itu, hatiku gembira bukan kepalang, karena perjuanganku tidak sia-sia adanya. Pemeriksaan kesehatan lanjutan bukan sesuatu yang berat untuk kulakukan, toh selama ini secara klinis aku tidak bermasalah dengan jantungku. Optimisme sudah sudah kubangun sejak awal. Kumulai dengan tes echokardiografi, hasilnya normal. Ini berarti satu masalah sudah terlewati. Tes kemudian kulanjutkan dengan treadmill untuk menguji kinerja jantungku. Alhamdulillah, pada tes terakhir ini Allah menunjukkan jalan, bahwa ambisi ku harus terhenti sampai disitu, karena ditenggarai hasilnya positif iskemik respon pada jantungku. Itu artinya secara fisik aku dinyatakan tidak mampu mengikuti pendidikan tersebut, mengingat bagian tersebut membutuhkan orang-orang yang kuat dan sehat secara fisik. Hal tersebut langsung dilontarkan oleh salah seorang staf di bagian tersebut. Kecewa? Sudah pasti. Saat itu aku merasa jatuh, seperti ada yang menderu-deru di dalam dada. Adakah sama rasanya kegagalan karena sesuatu yang tidak dapat kita ubah dengan sesuatu yang masih bisa kita usahakan?? Aku menangis, berusaha untuk menekuri kembali semua perjalanan yang sudah kulalui.


Apakah ini bentuk jawaban atas keegosianku selama ini ?? Allah tengah mengingatkanku, bahwa ada hal lain yang seharusnya menjadi perhatianku selain meneruskan sekolah kembali. Bukankah aku sudah cukup ‘menderita’ berpisah dengan orang-orang yang kucintai saat sekolah kemarin ? lalu dalam waktu yang masih dalam bilangan bulan, apakah aku harus mengebiri lagi waktu kebersamaan dengan mereka karena aktifitas sekolah ? Ah, egoisnya aku. Membaca hati dua matahariku pun aku masih terbata, ditambah lagi harus meninggalkan bayi mungilku yang masih banyak butuh usapan dan asupan ibundanya, seandainya aku diterima nanti. Aku kembali meyakini bahwa kegagalan ini adalah bentuk kasih sayang Allah yang tak berbatas untukku. Kalaupun kali ini aku mencoba kembali untuk masuk PPDS dengan memilih bagian yang secara fisik tidak berat disana, ini semua semata bentuk penyempurnaan ikhtiarku sebagai dokter yang ingin menerapkan kemampuan klnisnya lebih fokus pada salah satu bagian. Pertimbangan keluarga menjadi salah satu agendaku menetapkan hati pada jurusan PPDS yang tidak menyita banyak waktuku. Apapun hasilnya ke depan, semoga tidak kembali membersitkan kecewa yang mendalam.


Memang seharusnya kacamata keimanan lah yang sejatinya kupasang. Adakah yang lebih indah daripada menikamkan pasrah pada jantung keberdayaan kita sebagai manusia biasa?? Ya Allah, ajari aku terus ilmu ikhlas dan sabar itu.


Teriring seluruh doa untuk orang-orang tercinta: terimakasih untuk permakluman itu



2 comments:

erwinsn said...

tetang cin.... kami semua mendukung koq :)

dr. Yuni Eka Anggraini said...

Alhamdulillah..makasih ya sayang, dukungan kalian adalah ribuan ton semangat diri ini...:)

Kusemat cinta berbalut doa di kedalaman samudera hati orang - orang terkasih.......