Beberapa waktu lalu, beberapa cerita selingkuh kudengar yang notabene pelakunya adalah orang-orang yang kukenal. Ada keterkejutan luar biasa yang kurasakan saat mengetahui hal tersebut. Bukankah selama ini dalam pandangan pribadi ku mereka-mereka adalah pribadi-pribadi yang luar biasa. Yang secara materi bisa dibilang terpenuhi tanpa kurang suatu apa. Yang secara immateri , sepertinya keluarga bentukan mereka adalah keluarga harmonis yang dirindukan oleh banyak orang, atau dengan kata lain mereka mempunyai kehidupan yang perfect ! yang bisa membuat orang lain iri. Apa yang menyebabkan terjadi pengkhianatan cinta itu ??
Aku berusaha merenung, berkaca pada kehidupan pernikahanku yang baru terlalui selama 7 tahun lebih sedikit. Ada kengerian yang luar biasa saat aku membayangkan bila hal tersebut mengenai rumah tangga ini. Naudzubillahimindzaalik. Bila kengerian itu datang, aku akan cium dan peluk suami ku tanpa mampu berkata-kata sembari berdoa di dalam hati meminta pada Yang Maha untuk selalu mengekalkan cinta ini dalam rangka semata menggapai keridhoan Nya. Jalan ini sudah kami pilih berdua dengan sadar , dan di jalan ini pula kami telah membuat janji kebersamaan bahwa awal dan akhir rumah tangga ini adalah Allah semata. Aku yakin, bahwa ke depan tantangan hidup semakin berat, dan untuk dapat menghadapinya dengan sukses tentu lah dengan cara merapatkan barisan di dalam keluarga, bukan malah mencari barisan lain yang justeru akan mengocar-kacirkan barisan sebelumnya.
Aku sempat berdiskusi dengan suami ku, belahan jiwaku, dimana seluruh rasa aku tumpahkan padanya, mengenai persoalan ini. Aku bertanya padanya, apakah perceraian itu adalah solusi bila salah satu ada yang berkhianat dalam rumah tangga. Beliau menjawab justeru mati dalam arti sebenarnya adalah solusi untuk itu. Aku sedikit tersentak, ya..agama ini sudah menjelaskan secara terperinci hukum untuk suami atau isteri yang berkhianat. Apabila dia melakukan zina sedangkan dia masih terikat dalam perkawinan, maka hukum rajam sampai matilah yang setimpal baginya. Sedangkan bila dia melakun zina tersebut tidak dalam ikatan pernikahan, hukum cambuk sebanyak 100 kali atau diasingkan selama beberapa waktu. Subhanllah, betapa indah agama ini menjaga komitmen pernikahan itu, hingga nyawalah yang menjadi bayarannya saat terjadi pengkhianatan. Tapi sekali lagi sayang , di negeri kita hukum itu tidak berlaku sehingga kejahatan seksual itu semakin marak tanpa kendali.
Mengapa kita tidak terpuaskan dengan pilihan hidup kita ?? Bukankah suami atau isteri yang kita pilih saat ini beserta kelebihan dan kekurangannya adalah pilihan sadar kita ?Bila sepanjang waktu kebersamaan itu satu persatu daun-daun cinta berguguran dan warnanya berubah kusam hanya karena kekurangan-kekurangan yang ada padanya, lalu apa yang akan kita sisakan pada akhirnya ? Kebosanan yang menggunung ? Sehingga mampu menggiring opini otak kita pada pembenaran bahwa cinta ini memang tidak bisa dipertahankan, untuk kemudian mencari hati dan tubuh lain yang seolah-olah mampu menjawab persoalan tersebut. Padahal, di saat yang bersamaan kita tengah menebar kuman pembusuk pada jiwa-jiwa. Jiwa pasangan kita, jiwa kita, dan jiwa anak-anak yang dilahirkan karena ‘cinta’ yang lalu. Ah..malang nian mereka seandainya itu terjadi. Pembusukan raga hanya terjadi saat raga itu mati, tapi pembusukan jiwa berlangsung selama nyawa masih melekat pada raga. Hal terakhir inilah yang berbuntut pada derita berkepanjangan. Keindahan-keindahan terlarang yang sesaat dirasakan adalah candu yang mematikan. Tidak akan ada bahagia pada akhirnya, karena kita telah menorehkan borok pada hati-hati orang-orang yang kita cinta. Borok itu akan lama sembuh, dan kalaupun sembuh bekas parutnya tidak akan pernah hilang, terbawa hingga mati. Permukaannya tidak akan sempurna kembali. Lalu merugilah kita.
Barangkali banyak latar belakang yang mendasari timbulnya perselingkuhan, tapi apapun alasan itu perselingkuhan tidak akan pernah membawa kebaikan untuk semua pihak. Salah satu faktor yang membuat hal tersebut dapat terjadi adalah kurangnya komunikasi antara pasangan suami isteri. Perbedaan-perbedaan yang berujung pada ketidakpuasan salah satu pihak akan menjadi dasar dicarinya PIL /WIL (Pria/Wanita Idaman Lain.red). Padahal sejatinya perbedaan-perbedaan tersebut dapat dicari titik temunya melalui komunikasi yang baik. Apa-apa yang kita suka dan tidak suka dapat kita utarakan pada pasangan, demikian juga sebaliknya. Cinta itu ibarat tanaman yang perlu dipupuk dan dipelihara agar tetap segar sepanjang masa. Komunikasi itu adalah salah satu pupuk yang akan membuatnya terus tumbuh subur. Sungguh Allah sendiri yang telah mengisyaratkan bahwa bisa jadi apa-apa yang tidak kita sukai justeru membawa banyak kebaikan bagi kita, dan apa-apa yang kita sukai bisa jadi justeru membawa kita pada kehancuran. Sudut pandang yang hanya dapat dilihat dengan mata hati dan keimanan.
Ada 3 hal kiranya yang hilang pada saat terjadi perselingkuhan itu. Pertama adalah kontrol diri, dimana hawa nafsu lebih cenderung banyak berbicara daripada keimanan. Di sini, agama yang menjadi pagar kemuliaan kita mungkin hanya terbuat dari pagar bambu yang gampang sekali roboh dengan sekali tendang. Mungkin pada saat itu kita tengah khilaf, fluktuasi keimanan kita sampai pada titik kulminasi terendah, sehingga dengan mudahnya bisikan setan kita ikuti. Well, itu artinya dibutuhkan kekuatan yang maha super yang dapat menjaga kita terus selama 24 jam, dan itu hanya didapat gratis dengan cara memintanya Dari Atas. Segala aktifitas yang dapat mendekatkan pada perbuatan yang tidak terpuji itu haruslah dihindari. Berawal dari dekat, curhat, lalu akhirnya menjalin keakraban yang jauh dari sehat. Perasaan-perasaan suka yang dipupuk terus dengan kebersamaan lalu menjelma menjadi cinta yang menyesatkan. Untuk menghindari semua itu butuh kontrol diri yang kuat yang mengedepankan akal bukan sekedar emosi.
Kedua adalah kontrol lingkungan. Berteman dengan orang-orang yang menganggap selingkuh bukan dosa akan membuat kita semakin terdorong untuk melakukannya. diperparah lagi dengan media yang berusaha menggiring opini publik untuk menganggap ‘biasa’ perselingkuhan, bahkan menggembar gemborkan semboyan : selingkuh itu indah. Tayangan-tayangan televisi banyak sekali mengambil tema tersebut, yang sadar atau tidak mengajak publik untuk terbiasa. Mengamini bukan menyalahkan . Mendiamkan bukan mengutuk.
Terakhir adalah kontrol sistem. Barangkali hal ini yang sampai saat ini masih belum dapat kita rasakan. Hukum syariat belum berlaku di negeri ini, sehingga tidak ada ketakutan pada ekses dari pelanggarannya. Selingkuh yang terungkap di publik saat ini barangkali ibarat fenomena gunung es dimana yang terlihat hanya puncaknya, tetapi dasar yang besar tidak tampak. Sehingga ditakutkan, pada akhirnya berujung pada kehancuran pribadi dan masyarakat pada umumnya.
Rumah tangga kita adalah biduk kecil yang harus kita bawa hingga ke tepian surga. Jangan biarkan ia karam hanya karena ego yang kita pelihara dan emosi yang mendominasi tanpa mengedepankan logika. Percayalah bahwa iblis la’natulllah akan bersorak sorai dengan kegembiraan yang meluap-luap bila mampu memorak porandakan biduk itu dengan bisikan cinta semu. Naudzubillahimindzalik. Wallahu’alam bis showab.
Buat mas: Mari kita jaga cinta agung itu sayang..